UU No.24 Tahun 2009 (bahasa): Apa yang Menakutkan? Mengapa Menjadi Polemik?

          Mari kita berbicara tentang UU No.24 Tahun 2009 pasal 25 sampai 45 tentang bahasa Indonesia. Undang-undang ini sekarang menjadi polemik di masyarakat Indonesia. Sebab, UU ini mengatur bagaimana bahasa Indonesia ini dijunjung tinggi. Namun, karena berkaitan dengan hajat hidup tenaga kerja asing, tetiba UU ini menjadi polemik. Di masa pemerintahan yang sekarang ini, pintu penanaman modal asing dibuka lebar-lebar oleh Indonesia. Agar pintu ini tetap terbuka, peraturan yang dapat menghambat kebijakan ini akan diminimumkan. Tentu saja, UU No.24 ini dianggap sebagai salah satu faktor penghambat bagi para penanam modal asing. Kira-kira begini bunyinya UU 24 tahun 2009 pasal 33 "Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta" dan "Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia."(Baca http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/UU_2009_24.pdf)
       Namun, bagaimana kelanjutan UU itu? ... Yah karena keadaan negara, hal ini dikesampingkan, bahkan cenderung dihapuskan. Sungguh mengecewakan. Para pemimpin kita beranggapan bahwa UU ini membuat para penanam modal asing kabur dari Indonesia. Saya berasumsi bahwa TKA (Tenaga Kerja Asing) yang datang ke Indonesia itu pemodal asing dan mempunyai jabatan minimal manajer di Indonesia. Hampir semua TKA yang datang adalah SDM tingkat tinggi atau di atas rata-rata SDM Indonesia. Namun, kemampuan berbahasa mereka sangat minim. Namun, keadaan ini berbanding terbalik dengan imigran yang datang ke Amerika atau negara lainnya. Karena itu, jelas terlihat bagaimana takutnya orang Indonesia dan para pemimpin Indonesia karena pekerjaan mereka bergantung pada PMA (penanam modal asing). Takut mereka kabuuur. Padahal jika kita  berpikir, mereka hanya punya uang .... kita  yang punya sumbernya. Tanah kita dikeruk, diambil. Pikirkanlah bahwa merekalah yg menumpang bukan kita! Apakah Anda takut kehilangan pekerjaan atau mereka yang lebih takut kehilangan sumber mata pencarian mereka? (maaf kalau terlalu idealis dan cenderung mempengaruhi)
          Saya berasumsi bahwa negara kita mengambil pemikiran yang salah tentang gunanya UU itu. Seperti yang digaungkan di media-media, UU itu dibuat untuk melindungi tenaga kerja Indonesia dari persaingan tenaga kerja Asing. UU Bahasa Indonesia dijadikan tameng untuk melindungi TKI dari serbuan TKA ke Indonesia. Tetapi, di pihak lain, UU Bahasa Indonesia terkesan menghambat perkembangan ekonomi, yaitu penyebab PMA kabur. Kok bisa ya berpikir sempit ke sana? Saya heran, apakah Indonesia mendapat tekanan dari bangsa kapitalis? Saya tidak habis pikir... 
          Mari kita lihat sejenak dari negara luar. Misalnya, jika Bapak dan Ibu sekalian ingin bekerja di luar negara, seperti Inggris atau Amerika, paling tidak Anda disyaratkan bisa berbahasa negara yang Anda tuju dengan melampirkan skor nilai kemampuan bahasa Anda. Mengapa ya mereka membuat peraturan itu, apakah mereka takut dengan TKA dari luar negara mereka? Kita coba lihat dari sudut yang kecil ya, yaitu Program pengajaran  BIPA. Para pemelajar BIPA ini banyak sekali yang berlatar belakang TKA dengan jabatan tinggi. Contoh saja di Program BIPA UI, hampir setiap semester beberapa perusahaan besar seperti Mitsubishi, Toyota, Samsung, Yamaha, KOTRA, KORINDO, ADF (militer Australia), APJ (akademi Polisi Jepang), Bank Sumitomo, Sharp, LG, dan banyak perusahaan lainnya baik perusahaan besar maupun usaha kecil, baik tenaga kerja pemerintah, maupun swasta mengikutsertakan pegawai mereka untuk belajar bahasa Indonesia. Mereka dibiayai oleh perusahaan mereka untuk belajar bahasa Indonesia. Jika skor mereka bagus, mereka mendapat penghargaan dari perusahaan mereka. Entah naik jabatan atau naik gaji, dan lain-lain. 
            Maaf kalau di atas saya tidak menyebut perusahaan dari negara Eropa dan lainnya. Biasanya, pegawai dari negara tersebut tidak punya waktu untuk belajar di kelas, mereka lebih suka dalam program pribadi, bisa karena waktu, bisa juga kebutuhan mereka hanya sampai pada sintas (survival). Selain itu, asumsi saya kembali, para TKA dari negara ini bahasa ibunya adalah bahasa Inggris dan para pegawai Indonesia bisa berbahasa Inggris sehingga dengan bahasa Inggris, komunikasi merka dapat terjalin. Namun, mereka lupa di mana mereka berdiri untuk mencari nafkah, ... Sedih dengan pemikiran ini. (maaf, saya sama sekali tidak memojokkan bahasa Inggris, saya hanya ingin mengembalikan jati diri bangsa saja). Maaf juga jika saya tidak menyebutkan negara Tiongkok... ada kejanggalan (silakan baca Majalah Tempo yang mengulas TKA Tiongkok)
           Dari contoh itu, apakah para TKA itu belajar bahasa Indonesia karena ada peraturan tersebut. Saya jawab "tidak sepenuhnya peraturan itu berpengaruh." Sebab, Program pengajaran BIPA sudah jauh berdiri lama sebelum peraturan itu ada. Apalagi, ada pemikiran PMA akan kabur karena peraturan itu. Masa iya mereka mau meninggalkan sumber mata pencarian mereka? Kalau begitu, mengapa ya mereka mau belajar bahasa Indonesia walaupun tanpa ada peraturan? Jawabannya sederhana saja.  Mereka belajar karena kebutuhan. Mereka butuh belajar bahasa Indonesia untuk membuka kontak dengan kita, mengetahui pemikiran kita, memahami budaya kita sehingga benturan budaya dan gegar budaya dapat diminimalkan terjadi ketika mereka bekerja dan hidup di sini. 
              Jadi, apa yang ditakutkan wahai bangsa Indonesia? Apa yang perlu ditakutkan jika peraturan itu diterapkan di negara kita? Apakah masih berpikir para PMA akan kabur? Apakah Anda tidak menyadari manfaat mempelajari bahasa untuk perkembangan bangsa kita dan mereka? Mengapa selalu mengambil sisi negatif dari setiap peraturan yang dibuat? Bukankah Anda sekalian bangga jika bangsa asing menaruh cinta pada bahasa Indonesia. Bukankah Anda sekalian senang mereka berkomunikasi dengan bahasa ibu kita? ... Sebab di atas pemikiran itu, para TKA dan PMA menghargai budaya kita, menjalin komunikasi untuk kepentingan bersama. Maka, apa yang harus dipolemikkan, apa yang harus ditakutkan???? Mungkin Pepatah ini sedikit memberi ingatan bahwa ...
"Bangsa yang kuat adalah bangsa yang menghargai budayanya.

Komentar

  1. Saya setuju setuju sekali dengan tulisan Vien, entah mengapa,

    Di Indonesia, bahasa asing (terutama bahasa Inggris) lebih populer daripada bahasa Indonesia.
    Mengapa?
    Jawabannya sebenarnya sangat sederhana.
    Kita seringkali ingin mengubah yang diluar tapi sebenarnya jawabannya ada didalam diri kita masing-masing.

    Mengapa?
    Bisa ditanya kepada diri kita, apakah kita bangga dengan bangsa kita?
    Apakah kita bangga dengan budaya kita?
    Bahasa dengan budaya serta jati diri sangat berkaitan erat.
    Jika kita sendiri tidak bangga, bagaimana orang lain mau untuk memperhatikan, bahkan menghargai atau bangga dengan kita?

    Jika kita lihat, seperti orang Jepang, sekalipun mereka tidak bisa bahasa Inggris, mereka tetap bangga dengan bahasa Jepang, dan mereka tidak meniru-niru ataupun mengubah jati diri mereka.
    Mereka mempertahankan, bahkan budaya mereka dapat berevolusi dan mengikuti perkembangan zaman.(walaupun tidak semuanya baik).Mereka berhasil dalam mempromosikan budaya mereka, sehingga, sekalipun mereka memiliki jumlah penduduk yang banyak, namun budaya mereka dikenal hingga kemana-mana, dan dari budaya ini masuklah bahasa, dan peminat untuk mempelajari bahasa ini.
    Selain mandarin, bahasa Jepang bernilai tinggi di dunia internasional (menurut survei, dan pengalaman menerjemahkan, dua bahasa ini di Asia memiliki harga tinggi, selain juga bahasa Arab, tentunya)

    Pertanyaannya, bagaimana agar bahasa Indonesia (dan budayanya) ini dapat dicintai oleh bangsa sendiri (dan jika memungkinkan, oleh orang luar?)

    Contoh paling mudah, film kartun Upin & Ipin (dalam studio pembuatannya, saya diberitahu oleh teman saya bahwa sebenarnya yang membuat banyak orang Indonesianya, namun, mengapa bahasa yang digunakan malah bahasa Melayu?) - dan sangat terkenal di Indonesia

    Sebaliknya juga, film sinetron Indonesia dan beberapa lagu populer Indonesia, juga populer di Malaysia.

    Selain itu, yang perlu digarisbawahi, adalah para pengajar bahasa Indonesia yang menurut hemat teman-teman perlu diperbaiki dan dikembangkan sesuai zaman.
    Banyak pergesaran yang saya perhatikan dalam penggunaan bahsa Indonesia, seperti kata:

    Kami vs Kita

    Kita sekarang jauh lebih banyak dipakai dan dipakai dalam arti 'kami' dan 'kita' dimana melibatkan lawan bicara ataupun tidak melibatkan.

    Sebenarnya banyak istilah-istilah asing dalam bahasa Inggris yang bisa kita serap menjadi 'bahasa Indonesia' asli dan perlu ditambahkan setiap hari. (agar kosakata kita menjadi lebih kaya dan kita dapat lebih spesifik mengungkapkan apa yang kita pikirkan dengan kata dan konteks yang tepat).

    BalasHapus
  2. Saya juga seringkali kesulitan mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia jika sedang menerjemahkan, sehingga yang seharusnya bisa dijelaskan dengan satu kata, harus dijelaskan dengan panjang lebar. Dan akhirnya, saya lebih memilih menerjemahkan apa adanya (alias masih menggunakan bahasa asli, namun dengan keterangan arti dibawahnya)

    BalasHapus

Posting Komentar