Peninju Vs. Petinju

Berikut perdebatan kosong dalam dunia maya yang dialamatkan dalam jejaring sosial bernama facebook...

Dwi Santoso Petinju dan peninju adalah contoh kasus eksepsi kata, tak berbeda dengan kasus "mengaji" dan "mengkaji". Jika mau konsisten maka tidak boleh ada "petinju" dan "mengkaji".

Petinju diganti dengan "atlet tinju"
Mengaji diganti dengan "tadaruz Qur-an"
Sedangkan "pemukiman" dan "permukiman" adalah contoh kasus kesalahkaprahan. Yang benar adalah "permukiman"
Mohon koreksi jika saya salah ^_^
26 Juni pukul 8:01 • SukaTidak Suka
Cynthia Vientiani saya tidak setuju! petinju merupakan turunan dari verba bertinju yang bermakna profesi. Sementara itu, peninju merupakan nomina dari verba meninju (yang berarti hanya tindakan 1 kali). Jika hari ini saya meninju teman saya, saya bukan petinju, melainkan saya peninju.
26 Juni pukul 16:21 • SukaTidak Suka
Cynthia Vientiani permukiman memang salah kaprah karena turunannya berasal dari verba bermukim sehingga nominanya adalah permukiman, bukan pemukiman
26 Juni pukul 16:22 • SukaTidak Suka
Cynthia Vientiani mengaji bermakna tadarus quran. sementara itu, mengkaji bermakna menganalisis
26 Juni pukul 16:23 • SukaTidak Suka
Dwi Santoso Saya coba berargumen tentang "mengaji" dan "mengkaji". Tidakkah kata kerja berawalan huruf "k" akan berubah menjadi "ng" bila diberikan imbuhan "me" ?
mengeluarkan, mengantongi, mengupas, dll
Inkonsistensi tersebut terjadi karena frase "mengaji" lebih sering digunakan oleh komunitas muslim untuk menjelaskan tentang kegiatan membahas konten Al Qur-an sekaligus kegiatan membaca (tadaruz) kitab suci itu.Cermati kata kunci di alinea di atas yaitu "membahas". Oleh karena itulah saya berani berpendapat bahwa frase "mengkaji" harus dihapus dari KBBI demi konsistensi bahasa.
26 Juni pukul 17:35 • SukaTidak Suka
Dwi Santoso Argumenku berikutnya adalah tentang "petinju" dan "peninju" yang saya anggap sebagai kasus inkonsistensi.
Jika "petinju" diakui sebagai turunan dari kata kerja "bertinju" maka seharusnya hal ini bisa juga diterapkan pada kata kerja lain.
"berguru" --> "peguru" ::big_grin::
"bertindak" --> "petindak" ::loughing_out_loud_on_the_floor::
"bercukur" --> "pecukur" ::green_face::
Mohon dikoreksi jika saya salah
26 Juni pukul 17:41 • SukaTidak Suka
Judge Pau Semua contoh itu benar... kalau makna ber- dicontoh itu semuanya adalah profesi.
Berguru... orang yang kerjanya berguru saja tidak pernah mengajar.
Bertindak... orang yang kerjanya menindak saja tidak pernah berpikir.
Bercukur... orang yang kerjanya menyukur saja tapi dia sendiri gondrong... yang ini bisa jadi padanan barber kali ya ?
26 Juni pukul 20:20 • SukaTidak Suka • 1
Re Indra ‎:D
26 Juni pukul 20:52 • SukaTidak Suka
Septyarto Priandono untuk hal-hal tertentu... saya kadang setuju bung judge, bahwa istilah itu adalah kesepakatan, meski istilah itu kadang kurang tepat, tapi untuk mengatasi keterbatasan bahasa, kita bersepakat untuk mendahulukan rasa. bagaimana bung judge?
Rabu pukul 8:38 • SukaTidak Suka
Judge Pau Sebetulnya itu sarkasme dr saya. Karena saya setuju pada kesepakatan, tapi masalahnya, kesepakatan itu tidak formal.. pilihan.. selera... tidak baku.
Rabu pukul 10:54 • SukaTidak Suka
Dwi Santoso Apakah kalian sepakat bahwa "petinju" adalah bentuk inkonsisten dari "peninju" setelah saya paparkan sekian contoh dan argumentasinya? ^_^
Rabu pukul 13:52 • SukaTidak Suka
Septyarto Priandono jika saya bertinju dengan teman, belum tentu saya atlet tinju (petinju), tapi saya memang peninju teman saya, karena saya memang meninju teman saya, tapi kemudian saya masuk sasana tinju dan berlatih tinju, saya menjadi atlet tinju yang orang-orang sepakat menyebut saya sebagai petinju. di sasana itu saya bertinju dengan teman-teman saya, meninju satu dengan yang lain. di sasana itu saya berguru pada seorang mantan juara dunia, saya merasa menjadi murid si juara dunia, tak pernah ada yang menyebut saya peguru. meskipun mantan juara dunia itu adalah guru saya, tapi saya selalu memanggilnya pelatih, bukan guru, seperti di perguruan bela diri atau di ruang sekolah.
ah.. anda sekalian ahli bahasa.. tolong simpulkan, saya sendiri bingung dengan apa yang saya tulis tadi.
Rabu pukul 14:36 • SukaTidak Suka
Septyarto Priandono kalau yang mengaji dan mengkaji, saya sepakat dengan mas dwi, atau kata mengaji menjadi lema yang memiliki dua makna, satu untuk tadarus tadi dan satu lagi merupakan bentuk aktif dari kaji???
Rabu pukul 14:49 • SukaTidak Suka
Dwi Santoso ‎^_^ Jika bingung maka berpeganganlah ^_^ Makna literal dari "mengaji" adalah "membahas; mendalami sesuatu" sehingga "tadaruz" tidak tepat dijadikan padanan kepada "mengaji" berdasarkan etimologi di Bahasa Arab. Jika belum ada padanan untuk "tadaruz" maka biarkanlah ditulis "tadaruz". Jangan membuat inkonsistensi karena Islam adalah agama mayoritas republik carut marut ini ;-)
"Pelatih" adalah bentuk yang tepat karena menghasilkan kata benda dari kata kerja yang serupa dengan "peninju" namun "pelatih" tidak terlibat pada kasus inkonsistensi "petinju" karena fonem "l" tidak berubah bentuk ketika dihajar oleh imbuhan "pe"
Semoga jelas dan mohon dikoreksi jika saya salah ^_^
Rabu pukul 16:16 • SukaTidak Suka
Septyarto Priandono termasuk petarung... harusnya penarung?
Rabu pukul 16:26 • SukaTidak Suka
Cynthia Vientiani saya tetap tidak setuju bahwa peninju bentuk ketidakajegan dari petinju. karena sudah jelas: ber- dengan makna profesi tidak bisa disimpulkan ke dalam semua kelompok ber-. Apakah bercukur,berguru, belajar,berjalan kaki bisa disebut profesi(yang mendatangkan uang bagi Anda)? saya rasa Anda mencampuradukkan antara makna ber- dengan makna refleksif dan ber- dengan makna telis/ atelis.
Rabu pukul 17:09 • Telah disunting • SukaTidak Suka
Cynthia Vientiani maaf satu lagi, pelatih bukan turunan dari berlatih, melainkan dari orang yang melatih. orang yang berlatih tidak dibentuk dari turunan pe-, seperti tadi kita menyebutnya murid, siswa, pelajar, dan lain-lain
Rabu pukul 17:09 • SukaTidak Suka
Judge Pau Saya setuju ibu Cynthia Vientiani ... ini pernah dibahas di BKBI.
Penarung akan ada kalau ada menarung .. duilu saya usulkan penarung itu jadi padanan promotor tinju.
Rabu pukul 19:30 • SukaTidak Suka
Septyarto Priandono hmmm berhubung saya kurang paham ilmu bahasa, apa yang saya tulis tadi lebih memakai rasa saja untuk membedakan petinju, peninju, pelatih, berguru, murid, tapi kalau mengaji... saya masih sepakat dengan mas dwi
Kamis pukul 0:05 • SukaTidak Suka
Judge Pau Oh iya.. yang kaji... mugkin begini....
Kaji itu dianggap bahasa indonesia asli atau serapan asing ?
Kalau dianggap serapan asing jadi mengkaji... sama dengan mengkristal.
Tapi kalau mau dianggap bahasa indonesia asli, ya mengaji... seperti mengejar.
Kamis pukul 0:34 • SukaTidak Suka
Septyarto Priandono ‎*masih geleng2 tidak percaya karena terpaksa sepakat dengan bung judge tentang kesepakatan*
Kamis pukul 0:50 • SukaTidak Suka
Re Indra Mirip dengan kasus 'perasingan' versus 'pengasingan', tidak?
Kamis pukul 0:59 melalui seluler • SukaTidak Suka
Cynthia Vientiani masalah mengkaji dan mengaji,memang standarnya adalah jika me bertemu k, k akan luluh.namun,pembeda muncul ketika harus menuturkannya agar tidak ambigu.janganlah mengkakukan bahasa,alih-alih mengakukan (narsis)bahasa. Satu lagi,jika me bertemu konsonan rangkap seperti kr,pada mengkristal,pr pada memproduksi, me tidak akan meluluhkan kata tersebut.semoga bermanfaat.
Kamis pukul 5:35 melalui seluler • SukaTidak Suka
Cynthia Vientiani sedikit info,hakikat imbuhan pembentuk nomina seperti pe- berasal dari verba ber-.sementara itu,peN- berasal dari verba meN-.jangan sembarangan membentuknya dari kata dasar.kata pencinta dan pecinta akan terjawab maknaya jika tahu diturunkan darimana,kata penyilat tidak ada karena tahu turunannya dari bersilat bukan menyilat. Selain itu,imbuhan pe- hanya membantu bahasa indoenesia yang belum memiliki kata, seperti perawat yang menggantikan zooster, tapi dokter sudah bisa berdiri sendiri sebagai kata,tanpa perlu menggunakan pe-
Kamis pukul 5:55 melalui seluler • SukaTidak Suka
Dwi Santoso Bahasa yang intensif dengan imbuhan sehingga menimbulkan kekacauan dan inkonsistensi ... hmm Remaja sekarang menyebutnya "jadi repot sendiri" ...hehe
Kamis pukul 8:08 • SukaTidak Suka
Septyarto Priandono ‎*sibuk mencatat*
Kamis pukul 8:21 • SukaTidak Suka
Judge Pau Saya suka ini kalau sudah dikaitkan ke kelas kata... *sibuk menyalin apa yang dicatat pak Septyarto Priandono *
Kamis pukul 9:25 • SukaTidak Suka
Natal P. Sitanggang Wuiiih... seru...! Tapi hendaknya tidak semudah itu untuk memvonis "ini salah", "inkonsisten", "salah kaprah" dsb. Kita temukan dulu polanya alias filosofinya. Ini pendapat saya (yang juga bukan sebagai vonis kebenaran yang tunggal). Satu: Kita harus membedakan imbuhan per- dari pe(N)- atau sekarang dibakukan menjadi peng-. Demikian juga konfiksnya: per-an dari peng-an. Akan tetapi, jika realitasnya dalam pembentukan kata baik per- maupun peng- bisa menjadi pe-. Dengan demikian, alomorf pe- bisa berasal dari per- dan bisa juga dari peng-. Untuk menelusuri keberasalan itu, dapat diuji dengan mengaitkannya imbuhan meng- atau ber- sebagai pembentuk kata kerjanya. petinju vs bertinju: petinju=>bertinju; peninju=> meninju. Soal "permukiman vs pemukiman" juga sama, tiada yang salah dengan itu, karena dua-duanya kata itu bisa dipakai. Permukiman=T4 ber-mukim, pemukiman= proses me-mukimkan. Memang, ada kalanya per- itu menjadi janggal jika tidak menjadi pe-. seperti perlatih= berlatih, pelatih= yang me=latih. Maka dar itu, sekarang lebih lazim didengar pemukiman sebagai t4 ber-. Padahal, untuk tempat seyogianya permukiman sebagaimana persembunyian (band. penyembunyian). Soal mengaji vs mengkaji... ditunggu aja ya... soalnya saya harus ke rumah: nyonya tiba-tiba aja kangen...
Kamis pukul 11:07 • Telah disunting • SukaTidak Suka
Septyarto Priandono bung judge: mencatat
Kamis pukul 11:33 • SukaTidak Suka
Yanwardi Natadipura Iya, bahwa nomina diturunkan dari verba telah tersimpulkan oleh Pak Harimurti dalam disertasinya dengan menggunakan metode proses (item and process model). Konkretnya, salah satunya, dalam nomina-nomina jadian berawalan "pe(N)-" (diturunkan dari verba yang mengandung awalan "me(N)-") dan "per-"/pe-" (diturunkan dari verba yang mengandung awalan "ber-'). Dengan membedakan bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat dua awalan tersebut, kita menjadi lebih mudah untuk mengidentifikasi mengapa fonem /t/ tidak luluh dalam "petinju", "petani", "petambak" (bertambak), dan "peternak" (beternak), misalnya. Sistem morfofonemik bahasa Indonesia, yang menyatakan konsonan takbersuara luluh, umpamanya, /t/ berkaitan dengan awalan "me(N)-": "menari", "meninju", "menulis" (yang menurunkan nomina penari, peninju, dan penulis. Jadi, karena kelompok "petani-petinju" berasal dari verba "ber-tani"-"bertinju", fonem /t/ tidak luluh. Tampak bahwa awalan "pe(N)- sejalan dengan verba "me(N)-" dan awalan "per-" atau "pe-" sejalan dengan verba "ber-".
Kamis pukul 17:19 • SukaTidak Suka • 1
Yanwardi Natadipura Makna gramatikal "per-" atau "pe-", oleh banyak pengamat bahasa dan ahli bahasa, sering dikaitkan dengan profesi padahal ihwal profesi sangat sukar diukur dari sisi logika sehari-hari. Mungkin, hal tersebut bermula dari adanya "petinju" yang profesional, bekerja dengan bertinju. Namun, ada pula "peternak"-"pekebun" yang bukan profesi, melainkan sekadar sambilan. Pun terdapat pendapat bahwa makna "per-" atau "pe-" bukan profesi, melainkan "atlet" (pesepak bola, petenis, pesenam, petembak, peterjun). Senarai terakhir ini, tampaknya, bukan diturunkan dari verba "ber-", tetapi terbentuk dari gejala analogi (petinju, petambang, yang dgunakan harian "Kompas", tapi dikritik oleh "Tempo").
Kamis pukul 17:20 • SukaTidak Suka • 1
Yanwardi Natadipura Konfiks "per-an" , sebagaimana dengan awalan "per-" ada yang diturunkan dari verba berawalan "ber-". Sebab itu, "permukiman", "permakaman", dan perkemahan", dikaitan dengan verba "bermukim", 'bermakam", dan "berkemah". Senarai ini memperlihatkan "per-an" bermakna gramatikal 'tempat". Akan tetapi, bagaimana dengan "peradilan"? Maknanya masuk dalam senarai itu, yakni 'tempat', tetapi tidak ada verba "beradil". Dengan demikian, pembentukan katanya bukan dari verba, melainkan langsung, tanpa bentuk antara, yakni "adil" plus konfiksasi "per-an" (sejalan dengan pertanahan, perkomputeran, perminyakan, perbukuan, dll).
Kamis pukul 17:20 • SukaTidak Suka • 1
Yanwardi Natadipura Konfiks lainnya, "pe(N)-an", biasanya sejalan dengan verba berawalan "me(N)-"/-kan/-i" dengan makna gramatikal 'hal, cara, proses'. Jadi, "pengadilan" bermakna gramatikal 'proses mengadili'.
Kamis pukul 17:21 • SukaTidak Suka
Yanwardi Natadipura Dalam kasus "mengkaji" dan "mengaji", bahasawan membedakannya dengan alasan ketaksaan. Akan tetapi, ada pula akhir-akhir ini, pengamat, praktisi, dan ahli bahasa yang menuliskan juga "mengaji" untuk makna 'menganalisis, menelaah. Argumentasinya ketaatasaan. Ihwal ketaksaan bisa hilang, menurut kelompok ini, dengan konteks kalimat atau wacananya. Jadi?
Kamis pukul 17:21 • SukaTidak Suka
Cynthia Vientiani jadi...sejalan lah kita pak yan...manggut...manggut.
Kamis pukul 20:40 melalui seluler • SukaTidak Suka
Dwi Santoso Hmm...informasi yang sangat menarik (bukan metarik ^_^) dari Yanwardi Natadipura; ternyata proses imbuhan membuat Bahasa Indonesia menjadi ribet namun masih disukai oleh Australia hingga akhirnya dijadikan sebagai bahasa resmi kedua di negeri kanguru (bukan kangguru) itu.Kembali kepada kasus "mengaji" dan "mengkaji" yang memang berbeda dengan kasus "petinju" dan "peninju". Demikianlah, inkonsistensi itu harus segera dihentikan dengan cara meresmikannya melalui KBBI. Ketaksaan bukanlah alasan yang tepat karena sudah jelas penyebab inkonsistensi itu yaitu siapa yang lebih dulu memasyarakatkan frase "mengaji" di kalangan rakyat awam.
Saran saya adalah menghapus frase "mengkaji" dari KBBI dan memberikan penjelasan tambahan pada lema "mengaji" mengenai makna literal dan makna tambahannya (dalam ruang lingkup Islam)
Selesailah sudah. "Githu aja koq repot" ^_^

Selesailah perdebatan kosong tersebut dengan kalimat  "Githu aja koq repot" ^_^




Komentar