Maaf, saya salah!

     Bagi sebagian orang mengucapkan kata maaf sangatlah sulit, apalagi memaafkan. Hal ini terjadi ketika saya mengajarkan ekspresi ungkapan maaf di dalam kelas fungsi bahasa. Di dalam salah satu materi fungsi bahasa ini, pemelajar dajarkan bagaimana cara mengekspresikan permintaan maaf, baik dalam situasi melakukan kesalahan besar maupun kesalahan kecil. Kemudian, ekspresi itu juga akan berbeda jika diucapkan dalam situasi formal, maupun nonformal. Di dalam materi ini juga diajarkan bagaimana cara memaafkan orang lain, tetapi tidak diajarkan bagaimana cara untuk tidak memaafkan orang lain... (hehe agak aneh memang. Apakah hal ini merupakan cerminan karakter rakyat Indonesia?)
     Peserta kelas yang saya ajarkan berjumlah 16 orang. Pemelajar di kelas saya ini memiliki kewarganegaraan yang berbeda, yaitu Jepang, Korea, Azerbaijan, Turki, Filipina, dan Jerman. Ketika itu, saya membawa bahan materi membaca di kelas untuk memberikan berbagai artikel koran yang berisi permohonan maaf. Di Indonesia pun, saya menjelaskan bahwa ada hari untuk meminta maaf dan memaafkan, yaitu pada hari Idul Fitri. Selain itu, saya juga sedikit menceritakan bahwa Presiden SBY baru-baru ini meminta maaf kepada rakyatnya karena harga BBM akan dinaikkan. Lantas, reaksi  apa yang terjadi ketika saya mengatakan hal itu. Banyak reaksi yang diucapkan oleh mereka.
     Reaksi pertama muncul dari pemelajar yang berasal dari Jerman. Dia mengatakan bahwa dia tidak mengerti mengapa seorang pemimpin meminta maaf pada rakyat. Dia bercerita bahwa baru-baru ini seorang pemimpin Jerman mengundurkan diri dan dibuktikan bersalah, tetapi sampai sekarang dia tidak mau meminta maaf atas kesalahannya. Reaksi kedua juga terjadi di Turki maupun Azerbaijan, selama ini pemimpin mereka belum pernah ada yang meminta maaf kepada rakyatnya. (saya tidak tahu apakah pemimpin mereka melakukan kesalahan atau tidak???). Reaksi ketiga berasal dari pemelajar Korea Selatan, mereka mengatakan bahwa presiden mereka pernah meminta maaf, tetapi ekspresi (ungkapan bahasa) yang dipakai bukan kata maaf, tetapi kata yang lain. Sementara itu, di Filipina, Presiden Aroyo juga meminta maaf atas kecurangannya dalam perhitungan jumlah suara. Namun, pemelajar saya berkata bahwa dia hanya mengucapkan "i am sorry" dengan muka yang tidak ikhlas dan wajahnya terlihat datar saja.
     Terakhir, reaksi yang cukup bisa diprediksi adalah reaksi yang berasal dari pemelajar Jepang. Mereka berkata bahwa hal tentang permohonan maaf di negara mereka sering sekali terjadi. Contohnya, hampir setiap hari di koran atau majalah di Jepang ada permintaan maaf dari perusahaan ataupun orang-orang yang telah melakukan kesalahan. Bahkan, pemimpin negara mereka ada yang mengundurkan diri, bahkan bunuh diri karena kesalahan yang dibuat terhadap rakyat mereka. Agak aneh memang. namun setiap negara memiliki karakter yang berbeda dan mencerminkan kebudayaan dan kebiasaan pula.
      Jika saya lihat kembali, setiap orang, bangsa, atau negara memiliki kecenderungan yang berbeda dalam meminta maaf dan memaafkan. Bagi saya, tidak ada ruginya meminta maaf atas perbuatan yang salah. Tidak ada ruginya, memaafkan kesalahan orang lain karena kita semua hanya manusia yang tak pernah luput dari kesalahan. Yang sempurna dan tidak pernah melakukan kesalahan hanya 1.Dan Dia tidak pernah berhenti memaafkan beribu-ribu kesalahan.        

Komentar