tag:blogger.com,1999:blog-62982247163201232472024-02-20T23:28:29.055+07:00Belajar Bahasa Indonesia (untuk Penutur Asing)Mari berbagi pengetahuan tentang
bahasa Indonesiavientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.comBlogger74125tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-70558158017607725752020-08-25T15:32:00.000+07:002020-08-25T15:32:15.487+07:00Menggarami, cek. Menggulai, cek. Mencabei(?) cek tidak yaaaaa?<div class="separator"><b>Assalamualaikum, </b></div><div class="separator"><br /></div><div class="separator">Selamat datang kembali untuk berdiskusi tentang pengajaran BIPA. Kali ini saya mendapat pertanyaan seperti ini.</div><div class="separator"><br /></div><div class="separator"><i>"Ibu, bagaimana cara menjawab pertanyaaan <b>jika ada kata menggarami dan menggulai, mengapa mencabei tidak bisa bu? </b>Saya pernah
saling bertukar pikiran dg teman sy, seorang pengajar BIPA pemula jg dan kami
masih bingung dg jawaban yg benar dan bijak. Mohon
pencerahannya."</i></div><div class="separator"><br /><br /></div><div class="separator"><b>Bismillah, saya coba jawab ya. </b></div><div class="separator"><br /></div><div class="separator">Kita kembali ke kata dasarnya ada kata <i><b>gula, garam, bumbu, kecap, sambal, ...</b> </i></div><div class="separator">Sebagai pengajar BIPA, kita pasti sadar kata-kata tersebut dapat dilekatkan atau bersenyawa dengan imbuhan <b>meN-i</b> yang pastinya mengubah makna kata dasarnya. <br /><br /></div><div class="separator">Kita lihat contoh tuturan secara formal dan nonformal.<br /> </div><div class="separator"><b>Situasi di kafe :<br /></b></div><div class="separator"><br /></div><div class="separator"><b>☝ Tuturan formal</b></div><div class="separator"> </div><div class="separator"><b>"Mas, kopi saya digulai sedikit saja." </b></div><div class="separator"><b><br /></b><div style="text-align: center;"><img alt="Mulai Gula Aren hingga Jahe, 5 Bahan Tambahan Ini Bikin Kopi Makin ..." height="86" src="https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2018/09/27/3033b3e0-1fd1-4114-bb1f-8e93910bad03.jpeg?a=1" width="130" /></div><br /></div><div class="separator"><b>✌ Tuturan nonformal</b></div><div class="separator"><br /></div><div class="separator"><b>"Mas, gulain dong kopinya, dikit aja."</b> (lihat perbedaan struktur dan imbuhan dalam nonformal) </div><div class="separator"><br /><br /></div><div class="separator">Dari tuturan tersebut, kita bisa melihat ada imbuhan <i><u><b>meN-i</b></u></i> dengan makna <b><u>subjek memberikan sesuatu ke objek.</u></b></div><div class="separator"><br /></div><div class="separator">💗<b style="text-decoration-line: underline;">pelayan di kafe </b><i style="font-weight: bold; text-decoration-line: underline;">memberikan sedikit gula ke dalam kopi.</i> </div><div class="separator"><br /></div><div class="separator">Tuturan ini sering digunakan dalam berkomunikasi</div><div class="separator"><br /></div><div class="separator">💗Imbuhan <b>meN-i</b> ini pada tuturan di atas dapat bersenyawa dengan kata gula (dalam nonformal bisa bersenyawa dengan kata lain dan bentuk beda : <i>garemin, bumbuin, kecapin, sambelin, saosin</i>, ...)</div><div class="separator"><br /></div><div class="separator"><b><br /></b></div><div class="separator"><b>💛Kemudian, bagaimana dengan cabai, apakah bisa?<br /></b><br /></div><div class="separator"> Coba kita analisis secara nonformal, mungkin kita sering mendengar <br /><br /><b>💛"Bang, tolong sambelin baksonya... yang banyak yaaaa." </b></div><div class="separator">Tuturan itu pasti tidak asing dalam situasi membeli bakso. </div><div class="separator"><b><br /></b></div><div class="separator"><b>💛Jika ditanya apakah mencabaii (?) bisa berasosiasi dengan menyambeli? </b></div><div class="separator">Sebagai penutur jati, saya sering mengatakan <i style="font-weight: bold;">disambelin </i><u>yang maknanya mirip dengan</u><i><u> </u><b>dicabein. </b></i></div><div class="separator">Kalau maknanya <b><u>SAMA</u></b>, saya bisa mengatakan kata <b><u>mencabai (?) sama dengan menyambeli sehingga kata itu ADA.</u></b> </div><div class="separator"><b><br /></b></div><div class="separator"><b>💛Namun, kita lebih merasa dekat dengan penggunaan nonformalnya dan bentuk struktur pasifnya sehingga akan terasa asing mendengar kata mencabaii (padahal digunakan).</b></div><div class="separator"><b><br /></b></div><div class="separator"><b><br /></b></div><div class="separator"><b>💙)</b></div><div class="separator">1. tidak bisa melekat pada kata dasar yang berakhiran -i, misalnya <b>membencii.</b></div><div class="separator">2. bisa melekat pada kata (gula, garam, bumbu, kecap, racun ....TENTU BENDA INI BISA LARUT dengan objeknya). Sementara kata <b>uang, cabai, tidak bisa menyatu dengan objeknya...</b></div><div class="separator"><br /></div><div class="separator">💙 Jika melihat seperti ini, <b><u>mencabei bisa dijawab 2 hal.</u></b> Pertama, potensial digunakan karena <b>merujuk pada kata sambal</b>. Kedua, <b>mencabei tidak digunakan</b> karena secara teori linguistik, kata ini tidak bisa. </div><div class="separator"><br /></div><div class="separator">💙 Posisi saya di mana sebagai pengajar BIPA, saya akan mengajar <b><u>kata menyambali atau disambelin, disaosi, itu sajaaaaaa.</u></b></div><div class="separator"><br /></div><div class="separator"><br /></div><div class="separator">Semoga bisa mencerahkan menjawab dengan bijak ya. 😎</div><div class="separator"> <b> </b><b> </b></div><div class="separator"><br /> <br /><br /> </div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="border-collapse: collapse; width: 2176px;"><tbody><tr height="20" style="height: 15.0pt;">
<td style="width: 48pt;" width="64"></td></tr></tbody></table>vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-91769342303136826302020-07-03T16:19:00.003+07:002020-07-03T16:20:05.437+07:00memberi dan memberikan? apa bedanya?<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="border-collapse: collapse; width: 1472px;"><tbody>
<tr height="20" style="height: 15.0pt;">
<td colspan="23" height="20" style="height: 15.0pt; mso-ignore: colspan; width: 1104pt;" width="1472">Assalamualaikum, kita mulai lagi ya dengan menjawab <b>pertanyaan seputar <br />pengajaran tata bahasa BIPA</b><br /><br /><b><br />T : Ibu, bagaimana menyikapi pelajar asing
dalam bertanya <br />"mengapa dalam bahasa Indonesia tidak beraturan dalam
tata bahasa?<br />dan selalu membandingkan dengan bahasa Inggris?</b><br /><b>J</b> : Wah, saya sedih banget kalau dibilang tata bahasa Indonesia tidak beraturan ya, <br />justru saya menemukan keberaturan2 tersebut ketika mendalami bahasa Indonesia, mengajar,<br />dan dari berbagai pertanyaan pemelajar.<br /><br />Selain itu, tentang bandingkan dengan bahasa Inggris hal ini pastilah kurang tepat. Memang bahasa ini<br />universal, namun kita jangan lupa bahwa bahasa ini unik, punya ciri tersendiri khususnya bahasa Indonesia.<br /><br /><b>Coba kita lihat kalimat di bawah. </b><br /><b>Kami akan pergi ke restoran <u><i>di mana</i></u> dia akan merayakan ulang tahunnya. </b><br />Kata <u style="font-style: italic; font-weight: bold;">di mana</u><i style="font-weight: bold;"> </i>pada kalimat tsb adalah hasil terjemahan yang membandingkan dengan bahasa Inggris.<br />Saya pikir bahasa Indonesia menggunakan kata <b>di mana</b> untuk <b>bertanya tempat, bukan untuk kata sambung.</b><br />Jadi, pemelajar yang mengatakan tata bahasa Indonesia selalu membandingkan dengan bahasa Inggris,<br />perlu dipertanyakan kembali letak kesalahannya di mana?<br /><br /><br /><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="border-collapse: collapse; width: 1024px;"><tbody>
<tr height="20" style="height: 15.0pt;">
<td colspan="16" height="20" style="height: 15.0pt; mso-ignore: colspan; width: 768pt;" width="1024"><b>T : Bagaimana cara menjelaskan kepada pemelajar asing
tentang kata kerja yang memiliki<br /> fungsi mirip? Misalkan pada kata
"memberi" dan "memberikan".</b><br />J : Fungsi mirip? justru <b> afiks meN-</b> dan <b> meN-kan, <u>memberi</u> </b>perbedaan makna dan struktur.<br /><br /><b>Perhatikan contoh ini.</b><br /><b>1. Dia memberi uang itu.<br />2. Tolong kamu berikan uang itu kepada pengemis yang di depan rumah. </b><br /><b>Penjelasan</b><br />Kalimat pertama kita tidak berfokus pada penerima uang, hanya berfokus pada kegiatan memberi uang.<br />Kalimat kedua berfokus pada si penerima uang tersebut ya, dalam konteks ini <b>kepada pengemis.</b><br /><br />Jadi, kalau kalimat <br /><i style="font-weight: bold;"><u>semoga Anda diberikan kesehatan</u></i><b>kata </b><i style="font-weight: bold;"><u>diberikan</u></i><b> dalam kalimat ini tidak tepat.</b><br /><b>(</b>kalau bahasa nonformalnya <i style="font-weight: bold;">semoga Anda dikasihin kesehatan) </i><b>(X)</b><br /><br />Seharusnya <i style="font-weight: bold;">semoga Anda <u>diberi</u> kesehatan oleh Allah.</i><br /><br /><b>Kalau Anda gunakan kata </b><i style="font-weight: bold;">memberikan</i><b> pasti ada penerimanya</b> (kalau nonformal<i style="font-weight: bold;"> kasihin ke ...</i>)<br /><br /><b>3. Aku akan memberikan buku ini kepada suamiku.</b>(nonformalnya <b><i>gw mao kasihin bukunya ke suami gw</i></b>)<br /><br /><br />Dengan demikian, di mana letak ketidakberaturan dan padanannya dengan bahasa Inggris?<br /><br />Semoga bisa memberikan sedikit ilmu yang sederhana kepada pembaca yang baik :)<br /><br />Wassalamualaikum.<br /><br /><br /> </td></tr>
</tbody></table>
</td></tr>
</tbody></table>
vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-37578370396671200472020-07-02T12:16:00.001+07:002020-07-02T12:16:46.424+07:00Tanya Jawab tentang Pengajaran Tata Bahasa BIPA<div style="text-align: justify;">Assalamualaikum,</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">
Para pembaca blog yang budiman, setelah live di webinar tentang berbagi tips mengajar tata bahasa untuk para pengajar BIPA, teman-teman pengajar atau pegiat BIPA bisa menonton di kanal youtube tentang webinar saya </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
semoga bisa berbagi ilmu sedikit kepada teman-teman <b>https://youtu.be/2H3c0F_68Aw.</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apa yang akan saya tulis di sini berkaitan dengan pertanyaan2 yang muncul dari teman-teman pengajar tentang pengajaran Tata Bahasa. Saya coba sarikan dan jawab beberapa pertanyaan di sini ya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="border-collapse: collapse; text-align: justify; width: 1536px;"><tbody>
<tr height="20" style="height: 15pt;">
<td colspan="24" height="20" style="height: 15pt; mso-ignore: colspan; width: 1152pt;" width="1536">T : pemelajar bipa saya lebih menguasai bahasa Banjar dibanding
dgn bhs Indonesia <br /> krn mereka bergaul dgn memakai bahasa banjar. gmn solusinya?"<br /><br />J : Saya sadar betul, setelah mengajar BIPA selama 15 tahun, banyak sekali bahasa Ibu yang masuk <br /> ke dalam pengajaran BIPA. Namun, teman-teman harus ingat bahwa kita <b>mengajarkan bahasa <br /> Indonesia standar. Oleh karena itu, ke manapun pemelajar BIPA </b><b>Anda berjalan-jalan di <br /> seluruh Indonesia, dia akan aman dan dapat berkomunikasi karena menggunakan bahasa<br /> Indonesia yang standar. Bahasa yang hidup di Indonesia hampir 700 bahasa, jadi lebih aman </b><br /> <b>kita mengajarkan bahasa pemersatu bangsa kita, yaitu bahasa Indonesia. </b><br /><br />Secara pragmatik, penggunaan bahasa memang bergantung pada penutur dan situasinya, memang dibutuhkan<br />waktu lama untuk menguasai kemampuan komunikasi. Namun, dengan mengajar yang baik (sesuai kaidah) <br />dan benar (sesuai situasi), sudah lebih dari cukup. Andaikan mereka terpengaruh pada bahasa daerah asal, <br />tidak apa-apa, sadarkan saja bahwa itu berterima dalam bahasa lokal, tetapi mungkin penggunaannyatidak untuk <br />seluruh Indonesia.<br /><br />T : Bagaimana mengajar BIPA dengan pemelajar yang mempunyai tipologi bahasa Ibu yang berbeda,<br /> misalnya dalam satu kelas, ada latar belakang bahasa ibunya mandarin, Jepang, Inggris, Jerman, dll?<br /><br />J : Saran saya, ajarkanlah mereka langsung dalam bahasa Indonesia sehingga kita tidak kesulitan mencari<br /> kesamaan bahasa para pemelajar. Biarkan pemalajar beradaptasi dengan bunyi, ujaran, teks dalam bahasa <br /> Indonesia. Apalagi jika pemelajar belajar langsung di Indonesia, motivasi untuk berkomunikasi dalam<br /> bahasa Indonesia sangat tinggi dalam diri mereka. Oleh karena itu, biasanya mereka terpaksa untuk <br /> mencari sendiri kesamaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa ibu mereka. <br /> Misalnya bagaimana memperkenalkan diri dalam bahasa Indonesia, dimulai dengan salam, nama, pekerjaan,<br /> status, dll. Semua menggunakan bahasa Indonesia dan mereka berpikir keras dalam otaknya untuk <br /> membandingkan sendiri dengan bahasanya. <br /><br />Namun, pengetahuan kita tentang bahasa pemelajar tidak dipungkiri membawa dampak positif bagi kita sebagai<br />pengajar. Hanya perlu diingat, jangan biarkan mereka manja, buat atmosfir tinggi untuk menggunakan<br />bahasa Indonesia.<br /><br />Sekian dari saya... masih banyak pertanyaan2 yang belum bisa saya jawab saat ini. Semoga di lain kesempatan<br />kita dapat mengobrol menulis dan berdiskusi. Silakan jika ada pertanyaan, tulis di kolom komentar ya.<br />Terima kasih. <br /><br />Wassalamualaikum</td></tr>
</tbody></table>
vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-24972421857913182122020-06-29T09:16:00.000+07:002020-06-29T09:57:09.063+07:00Bertukar pikiran tentang Bunga Bank (dari pemelajar asing)<div style="text-align: justify;">
<b>Assalamualaikum</b>, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wah sudah hampir empat tahun saya tidak mengisi <i>blog</i> ini. Ada kerinduan memuncak sepertinya dari diri saya untuk mulai menulis lagi di sini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu pertama saya menulis, <i>sekitar sembilan belas tahun lalu</i>, pengajaran BIPA belum terlalu mendunia seperti sekarang. Alhamdulillah sekarang makin mendunia dan dipelajari di berbagai universitas, lembaga kursus, maupun perusahaan-perusahaan. Saya senang sekali, itu tandanya bahasa Indonesia bergerak makin kuat. Tentu saja, <b><i>bahasa yang kuat mencerminkan bangsa yang kuat</i>.</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tulisan ini akan membahas hasil diskusi saya dengan para pemelajar saya di kelas yang akan dikaitkan dengan masalah ekonomi, khususnya <b>bunga bank</b>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Bunga Bank</b> </div>
<div style="text-align: justify;">
Dari hasil diskusi dengan pemelajar berlatar belakang negara Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan, saya mengambil pelajaran bahwa bank-bank di negara mereka, tidak menerapkan bunga yang tinggi jika menabung di bank negara mereka. Di Jepang, menurut mereka bunga bank tidak sampai 1% pun berlaku di Korea Selatan dan Taiwan. Jikalau ada pun, bunga maksimal yang diterapkan sebesar 3 % per tahun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalau dibandingkan dengan bank di Indonesia, jika Anda punya uang, Anda akan diiming-imingi untuk menabung di bank dengan bunga mungkin 8%--11% per tahun. Mengapa bank di Indonesia bisa menerapkan hal ini, ya? Tentu saja ini tawaran menarik agar masyarakat mau berinvestasi dan menabung di bank. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sampai di sini, saya sebagai orang awam akan berpikir, wah enak ya nabung di bank Indonesia, <b>bunganya besar, saya bisa dapat banyak uang</b>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Tapi coba pemikiran Anda dibalik.</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Anda adalah nasabah yang akan <b>pinjam uang</b>, misalnya Anda akan meminjam untuk membeli rumah, modal usaha, membeli kendaraan, dan lain-lain dengan cara meminjam uang di bank. Coba bayangkan, jika Anda meminjam uang untuk <b>membeli rumah dan berniat mencicil sampai 15 tahun</b> yang akan datang , berapa bunga yang harus dibayarkan ke bank di samping uang pokoknya?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Ilustrasi hitungan kasar </b></div>
<div style="text-align: justify;">
harga rumah : <b>280juta</b></div>
<div style="text-align: justify;">
bunga/tahun : 8% = 22.400.000</div>
<div style="text-align: justify;">
bunga 15 tahun : 22.400.000 x 15 = <b>336 juta</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Harga rumah : 280 (harga pokok rumah) + 336 (bunga, lebih mahal dari harga rumah😐)</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b> = 616 juta</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Apakah hal ini menguntungkan bagi Anda</b>? </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ul>
<li>Untuk orang yang meminjam hal ini pasti sangat menjerat. </li>
<li>Untuk orang yang menabung, hal ini sangat menguntungkan. Tetapi apakah penabung berpikir, bunga-bunga yang masuk ke rekening didapat dari mana? Bank investasi apa sehingga bisa menjanjikan Anda mendapat bunga besar? Salah satu investasinya ya ... secara tidak langsung menjerat para peminjam untuk membayar bunga-bunga Anda. </li>
</ul>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Saran saya, jika Anda memang bisa membeli rumah dengan tunai, saya sarankan tunai saja. Pemelajar saya ada yang membeli rumah di Jepang, tetapi bunganya 0,...% saja. Tidak ada penambahan apapun dari pinjaman yang diberikan oleh bank di sana. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka bilang, membeli rumah adalah hal yang menyulitkan bagi keuangan mereka. Oleh karena itu, <b>pemikiran mereka cenderung untuk menyewa apartemen atau rumah</b>. Jika ingin membeli apartemen atau rumah, mereka akan menabung lebih giat supaya bisa membeli secara tunai. Bahkan, andaikan mereka ingin membeli rumah dengan pinjaman bank, bank di sana tidak akan menyiksa Anda untuk membayar bunga. Di Korea pun, jika Anda ingin menyewa rumah, Anda harus mempunyai uang seharga rumah itu. Sistem ini membuat saya agak pusing sebenarnya. Namun, para pemelajar berkata untuk masalah keuangan, mereka <b>sudah sangat melek dengan sistem atau pengetahuan tentang uang. Oleh karena itu, mereka sudah punya pemikiran yang cerdas untuk keuangan mereka. </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagi saya, di situlah letak kecerdasan masyarakat maju, mendapatkan hak untuk memenuhi kebutuhan pokok, mempunyai kebebasan untuk mengatur atau mengelola uang mereka. Bahkan, yang paling penting adalah kebijakan bagi masyarakat untuk berpikir tentang keuangan. Tidak ada jeratan dari pihak mana pun. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam agama Islam yang saya anut, bunga atau riba adalah haram karena meminta keuntungan dari peminjam. Jika peminjam sedang dalam keadaan darurat atau bahaya, apakah tega bank memperlakukan seperti itu? atau jika peminjam ingin memenuhi kebutuhan pokoknya dalam hal ini memiliki rumah? apakah bank tega melakukan seperti itu? Sayangnya, sistem ekonomi kita begitu... dan Alhamdulillah saya sudah sedikit berpikir untuk tidak mengikuti hal-hal seperti itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebenarnya, masih banyak pemikiran-pemikiran yang saya pelajari dari para pemelajar saya tentang apapun. Sampai saat ini, baru satu hal yang bisa saya tuliskan sebagai tulisan perdana setelah 4 tahun vakum. Semoga menambah ide pemikiran bagi pembaca. ambil yang baik, buang yang buruk. Nantikan tulisan-tulisan berikutnya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terima kasih.</div>
<div style="text-align: justify;">
Wassalamualaikum. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-65679772367412524672015-09-14T00:26:00.004+07:002015-09-14T00:40:15.372+07:00UU No.24 Tahun 2009 (bahasa): Apa yang Menakutkan? Mengapa Menjadi Polemik?<div style="text-align: justify;">
Mari kita berbicara tentang UU No.24 Tahun 2009 pasal 25 sampai 45 tentang bahasa Indonesia. Undang-undang ini sekarang menjadi polemik di masyarakat Indonesia. Sebab, UU ini mengatur bagaimana bahasa Indonesia ini dijunjung tinggi. Namun, karena berkaitan dengan hajat hidup tenaga kerja asing, tetiba UU ini menjadi polemik. Di masa pemerintahan yang sekarang ini, pintu penanaman modal asing dibuka lebar-lebar oleh Indonesia. Agar pintu ini tetap terbuka, peraturan yang dapat menghambat kebijakan ini akan diminimumkan. Tentu saja, UU No.24 ini dianggap sebagai salah satu faktor penghambat bagi para penanam modal asing. Kira-kira begini bunyinya UU 24 tahun 2009 pasal 33 "Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta" dan "Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia."(Baca http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/UU_2009_24.pdf)</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, bagaimana kelanjutan UU itu? ... Yah karena keadaan negara, hal ini dikesampingkan, bahkan cenderung dihapuskan. Sungguh mengecewakan. Para pemimpin kita beranggapan bahwa UU ini membuat para penanam modal asing kabur dari Indonesia. Saya berasumsi bahwa TKA (Tenaga Kerja Asing) yang datang ke Indonesia itu pemodal asing dan mempunyai jabatan minimal manajer di Indonesia. Hampir semua TKA yang datang adalah SDM tingkat tinggi atau di atas rata-rata SDM Indonesia. Namun, kemampuan berbahasa mereka sangat minim. Namun, keadaan ini berbanding terbalik dengan imigran yang datang ke Amerika atau negara lainnya. Karena itu, jelas terlihat bagaimana takutnya orang Indonesia dan para pemimpin Indonesia <span style="background-color: #ea9999;">karena pekerjaan mereka bergantung pada PMA (penanam modal asing).</span><span style="background-color: #ea9999;"> Takut mereka kabuuur.</span> Padahal jika kita berpikir, mereka hanya punya uang .... kita yang punya sumbernya. Tanah kita dikeruk, diambil. Pikirkanlah bahwa merekalah yg menumpang bukan kita! Apakah Anda takut kehilangan pekerjaan atau mereka yang lebih takut <span style="background-color: white;">kehilangan sumber mata pencarian mereka?</span> (maaf kalau terlalu idealis dan cenderung mempengaruhi)</div>
<div style="text-align: justify;">
Saya berasumsi bahwa negara kita mengambil pemikiran yang salah tentang gunanya UU itu. Seperti yang digaungkan di media-media, UU itu dibuat untuk melindungi tenaga kerja Indonesia dari persaingan tenaga kerja Asing. UU Bahasa Indonesia dijadikan tameng untuk melindungi TKI dari serbuan TKA ke Indonesia. Tetapi, di pihak lain, UU Bahasa Indonesia terkesan menghambat perkembangan ekonomi, yaitu penyebab PMA kabur. Kok bisa ya berpikir sempit ke sana? Saya heran, apakah Indonesia mendapat tekanan dari bangsa kapitalis? Saya tidak habis pikir... </div>
<div style="text-align: justify;">
Mari kita lihat sejenak dari negara luar. Misalnya, jika Bapak dan Ibu sekalian ingin bekerja di luar negara, seperti Inggris atau Amerika, paling tidak Anda disyaratkan bisa berbahasa negara yang Anda tuju dengan melampirkan skor nilai kemampuan bahasa Anda. Mengapa ya mereka membuat peraturan itu, apakah mereka takut dengan TKA dari luar negara mereka? Kita coba lihat dari sudut yang kecil ya, yaitu Program pengajaran BIPA. Para pemelajar BIPA ini banyak sekali yang berlatar belakang TKA dengan jabatan tinggi. Contoh saja di Program BIPA UI, hampir setiap semester beberapa perusahaan besar seperti Mitsubishi, Toyota, Samsung, Yamaha, KOTRA, KORINDO, ADF (militer Australia), APJ (akademi Polisi Jepang), Bank Sumitomo, Sharp, LG, dan banyak perusahaan lainnya baik perusahaan besar maupun usaha kecil, baik tenaga kerja pemerintah, maupun swasta <span style="background-color: #ea9999;">mengikutsertakan pegawai mereka untuk belajar bahasa Indonesia.</span> Mereka dibiayai oleh perusahaan mereka untuk belajar bahasa Indonesia. Jika skor mereka bagus, mereka mendapat penghargaan dari perusahaan mereka. Entah naik jabatan atau naik gaji, dan lain-lain. </div>
<div style="text-align: justify;">
Maaf kalau di atas saya tidak menyebut perusahaan dari negara Eropa dan lainnya. Biasanya, pegawai dari negara tersebut tidak punya waktu untuk belajar di kelas, mereka lebih suka dalam program pribadi, bisa karena waktu, bisa juga kebutuhan mereka hanya sampai pada sintas (survival). Selain itu, asumsi saya kembali, para TKA dari negara ini bahasa ibunya adalah bahasa Inggris dan para pegawai Indonesia bisa berbahasa Inggris sehingga dengan bahasa Inggris, komunikasi merka dapat terjalin. Namun, mereka lupa di mana mereka berdiri untuk mencari nafkah, ... Sedih dengan pemikiran ini. (maaf, saya sama sekali tidak memojokkan bahasa Inggris, saya hanya ingin mengembalikan jati diri bangsa saja). Maaf juga jika saya tidak menyebutkan negara Tiongkok... ada kejanggalan (silakan baca Majalah Tempo yang mengulas TKA Tiongkok)</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #9fc5e8;"> </span><span style="background-color: #b6d7a8;">Dari contoh itu, apakah para TKA itu belajar bahasa Indonesia karena ada peraturan tersebut. Saya jawab </span><span style="background-color: #ea9999;">"tidak sepenuhnya peraturan itu berpengaruh."</span><span style="background-color: #b6d7a8;"> Sebab, Program pengajaran BIPA sudah jauh berdiri lama sebelum peraturan itu ada. Apalagi, ada pemikiran PMA akan kabur karena peraturan itu. Masa iya </span><span style="background-color: #ea9999;">mereka mau meninggalkan sumber mata pencarian mereka? </span><span style="background-color: #b6d7a8;">Kalau begitu, mengapa ya mereka mau belajar bahasa Indonesia walaupun tanpa ada peraturan? Jawabannya sederhana saja. </span><span style="background-color: red;">Mereka belajar karena kebutuhan</span><span style="background-color: #b6d7a8;">. Mereka butuh belajar bahasa Indonesia untuk </span><span style="background-color: #ea9999;">membuka kontak dengan kita, mengetahui pemikiran kita, memahami budaya kita sehingga benturan budaya dan gegar budaya dapat diminimalkan terjadi ketika mereka bekerja dan hidup di sini.</span><span style="background-color: #b6d7a8;"> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi, apa yang ditakutkan wahai bangsa Indonesia? Apa yang perlu ditakutkan jika peraturan itu diterapkan di negara kita? Apakah masih berpikir para PMA akan kabur? Apakah Anda tidak menyadari manfaat mempelajari bahasa untuk perkembangan bangsa kita dan mereka? Mengapa selalu mengambil sisi negatif dari setiap peraturan yang dibuat? Bukankah Anda sekalian bangga jika bangsa asing menaruh cinta pada bahasa Indonesia. Bukankah Anda sekalian senang mereka berkomunikasi dengan bahasa ibu kita? ... Sebab di atas pemikiran itu, para TKA dan PMA menghargai budaya kita, menjalin komunikasi untuk kepentingan bersama. Maka, apa yang harus dipolemikkan, apa yang harus ditakutkan???? Mungkin Pepatah ini sedikit memberi ingatan bahwa ...</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: center;">
<span style="background-color: #93c47d;">"<b>Bangsa yang kuat adalah bangsa yang menghargai budayanya.</b>" </span></div>
</div>
vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-35455839098107862122015-02-28T00:18:00.000+07:002015-02-28T00:18:32.378+07:00refleksibahwa amanah itu datang sendiri<br />
bahwa ilmu itu untuk berbagi<br />
bahwa rezeki itu turun mencari<br />
bahwa niat itu lurus dan positif<br />
bahwa berusaha itu tak pernah menjatuhkan<br />
<br />
<br />
Ya Allah jauhkan dari prasangka, iri hati, dan dengki. Amiiiiiiiiiinvientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-40546646716115578112014-11-10T01:19:00.003+07:002014-11-10T01:19:44.910+07:00Makanan HALAL di JepangMengapa saya tertarik menulis ini ...<br />
Sebab, saya mengarahkan seorang pelajar asing yang sedang membuat karya ilmiah tentang topik ini. Tambahan pula, saya ingin berbagi sedikit ilmu saya tentang makanan halal kepada peserta yang memiliki rasa penasaran untuk mengetahui Islam.<br />
Berawal dari latar belakang pemilihan topik, peserta yang berasal dari Jepang ini ingin sekali menulis tentang makanan halal. Saya tanya kenapa, alasan itu diuraikan olehnya sebagai berikut :<br />
<br />
a. Jepang sedang mengalami kestatisan dalam perekonomiannya. Industri dan teknologi, seakan berjalan lambat, walaupun stabil. Oleh karena itu, negara ini mencoba untuk mengalihkan kemajuan perekonomiannya melalui pariwisata.. Ya, Pariwisata. Berkaca pada negara Perancis yang katanya jumlah wisatawannya menempati urutan pertama di dunia. Jumlah wisatawan yang datang ke Perancis setiap tahun melebihi dari jumlah penduduknya... Wah kapan ya ke sana *.* Amiin.<br />
<br />
b. Oleh karena itu, Jepang memberlakukan kebijakan LCC (low cost carrier) dan pembebasan visa ke negaranya. Wah jadi murah tuh jalan-jalan ke Jepang. Berdasarkan dua kebijakan tadi, meningkatlah jumlah wisatawan dari Indonesia yang pergi ke Jepang. Menurut uraian datanya, tahun 2013 jumlah pengunjung Indonesia yang datang ke Jepang sekitar 60.000 orang. Namun, pada tahun 2014 diperkirakan jumlahnya mencapai 140.000 orang. Waah, meningkat tajam dong ya. Nah, si peserta ini berkata bahwa untuk mengatasi lonjakan ini, dia ingin mengetahui kebutuhan dasar untuk para wisatawan dari Indonesia ketika datang ke Jepang. Menurutnya, orang Indonesia itu identik dengan muslim... dan ketika kaum muslim Indonesia berwisata apa yang dibutuhkan pertama kali... ya pasti wisata kuliner laaah selain tempat-tempat yang akan dikunjungi.<br />
<br />
c. Dari data yang dikumpulkan si pelajar ini, Kyoto adalah kota yang digaung-gaungkan sebagai tempat tereksotis di Jepang. Sedikit informasi, Kyoto merupakan kota tua di Jepang dengan jumlah kuil terdapat lebih dari 77.000. Semua pusat wisata difokuskan ke Kyoto. Kalau ke Jepang, jangan lupa ke Kyoto, pesannya. Nah, dari uraian itu, anak bimbingan saya ini (ciyee) berpikir, gimana kalau wisatawan yang datang ke Jepang beragama Islam? Atau gimana cara menarik wisatawan muslim ke Jepang ? Bbagaimana Jepang beramah tamah dalam menerima wisatawan dari Indonesia yang identik dengan muslim atau lebih besarnya lagi Muslim di dunia? ck..ckk..ck (idenya man!! mantab) <br />
<br />
d. Maka dibuatlah pemikiran (baru pemikirannya) untuk membangun fasilitas bagi kaum muslim yang ingin berwisata di Jepang.<br />
Caranya, tanya dulu, "Ibu tahu jumlah masjid di Jepang," katanya?<br />
saya menggeleng...<br />
"58 saja buu!"<br />
huaaaa.<br />
"Satu lagi bu, ibu tahu jumlah restoran HALAL di Kyoto?"<br />
saya jawab .. 10...<br />
Dia yang menggeleng... "hanya 3 bu, T...I...G....A!!!"<br />
"mmmh, kalau gitu saya makan di rumah kamu aja ya, jawab saya.<br />
"Karena itu bu, saya buat tulisan ini, supaya masyarakat Jepang tahu, bagaimana persepsi orang Indonesia tentang makanan Halal. Dari hasil ini, mungkin Pemerintah Jepang bisa berpikir untuk menyambut muslim kapan pun jika mereka kedatangan wisatawan muslim"...<br />
Saya meleleh... pintar kamu.<br />
"Lagi pula, kalau membuat tempat sholat mudah bu, yang susah kan buat tempat makan khusus muslim."<br />
Kali ini saya ngangguk...<br />
<br />
e. "Tapi ada masalah bu," katanya.<br />
"Pertama, di Jepang mulai bermunculan makanan dengan sertifikat halal. Tapi, kesahihannya ga bisa dijamin bu. Selain itu bu, mulai dari penyembelihan hewan, pengantaran dan penyimpanan makanan, pemisahan alat-alat masak, susah sekali membuat yang halal di negara saya... pokoknya repot bu. Dan yang paling utama bu, Jepang tidak mau mencampuri urusan agama... tabu... Agama tidak baik untuk diperbincangkan apalagi Islam."<br />
<br />
Nah kali ini saya angkat bicara. "Jika Anda merangkul muslim dengan cara yang baik, muslim akan senang hati menerima. Namun jika Anda mendekati dengan permusuhan, Anda pikir saja sendiri bagaimana muslim akan menghadapinya..."<br />
<br />
f. Kami terdiam... dan diakhiri dengan pujian dari saya Brilliant... lanjutkan Tulisan Anda... Selamat siang.. :) <br />
<br />
<br />vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-3501553300595907152014-09-14T02:02:00.000+07:002014-09-14T02:02:37.033+07:00Perjuangan Setiap Tetes ASIP dari Busui Rasanya ada yang kurang jika tidak menulis perjuangan kaum ibu bekerja di blog ini ...<br />
<br />
Mulanya ketika akhir tahun 2008, saya melahirkan anak pertama di rumah sakit proinisiasi menyusui dini. Rumah sakit tempat dua anak saya lahir ini bernama Rumah Sakit Bunda terletak di bilangan Margonda, Depok. Selama tiga hari setelah melahirkan, saya diajari cara menyusui oleh para suster di sana. Dengan menahan sakit sehabis operasi, saya terpaksa turun dari kasur untuk menyusui anak saya. Singkat cerita, anak saya yang pertama menyusui hingga usianya 2 tahun 3 bulan. Perjalanan yang cukup lama bagi saya di sela-sela kesibukan membuat tesis. Kala itu ASI yang saya tinggalkan hanya 3 botol per hari dan dilakukan dengan istilah kejar tayang (pompa hari ini, besok diminum). Saat itu, saya sudah mengetahui cara memerah dan menyimpan ASI untuk diminumkan ke bayi saya selama saya kuliah. Untung saja, kala itu saya sedang menulis sehingga banyak waktu yang bisa diluangkan bersama bayi saya sehingga ASI tetap dapat diminum langsung dari pabrik. Atau saya cukup bermeditasi di dalam kamar sambil mengerjakan tesis dan hanya keluar kamar jika menyusui. Terima kasih tak terhingga dengan kedua nanny anak pertama saya,<br />
Berbeda dengan perjuangan saya sebagai ibu ASIP untuk anak kedua saya. Saat ini umur anak saya sudah 10 bulan, tapi masih ada sekitar 1 tahun lagi untuk menyusuinya. Untuk anak kedua saya ini, saya tidak mau mengulang masa-masa kejar tayang untuk ASI. Jadi, selama saya cuti bekerja saya memerah ASI 3X sehari. Bermodal pompa elektrik, manual, freezer, dan botol tutup karet, jadilah kegiatan memerah ASI sebagai suatu kewajiban. Nah, di bawah ini hanya sepotong gambar ASIP yang saya perah. Ada sekitar 130an botol atau sekitar 1 freezer 4 rak untuk persediaan anak saya.<br />
<a href="http://instagram.com/p/lyOvQ9jQ_t/">http://instagram.com/p/lyOvQ9jQ_t/</a><br />
Biasanya, kalau saya berangkat kerja mulai jam 8 sampai jam 4 sore, anak saya mengonsumsi 3 atau 4 botol @100 ml. (tapi jam kerja saya di awal2 masuk kerja boleh sampai jam 2 siang..hehe.. Alhamdulillah punya atasan yang mengerti ibu menyusui) Jadi, masa menyusui hingga 6 bulan lancar jaya. Belakangan ini kebutuhan minumnya sudah berkurang karena sudah masuk MPASI sejak umurnya enam bulan.<br />
Cara saya memerah ASI di kantor biasanya 3 kali per hari. Jam 10.30, 13.30, dan 15.30. Kedisiplinan dan kemauan yang tinggi sangat dibutuhkan saat memompa. Awalnya saya gencar sekali memompa di kantor. Tapi, lama kelamaan, susu yang diturunkan 3 botol, hanya kembali 2 botol ke freezer. Dan itu berkurang setiap hari.Sekarang saya hanya memerah 1x sehari di kantor. YA ITU KARENA KEMALASAN SAYA... Akhirnya apa yang terjadi,... Di saat usia anak saya menginjak 10 bulan, stok ASIP saya tinggal 13 botol saja. Hiiikkkks, mau marah sama diri sendiri juga percuma.<br />
Akhirnya, saya konsul ke DSA. Karena anak saya alergi berat (baik pencernaan maupun pernafasan), dokter merekomendasikan campur dengan sufor antialergi. Tidaaaak, saya sedih. Saya bukan tidak mau, saya khawatir anak saya alergi dengan sufor. Di usia yang 10 bulan ini saja, BB anak saya hanya 6,6kg jauh di bawah angka standar :( Ini yang menyebabkan saya takut sufor. Saya pikir paling tidak saya memberinya ASI murni sampai usianya menginjak 1 tahun. Tapi, saya harus gimana?<br />
Besoknya, saya ke apotek, lihat berbagai susu formula untuk alergi dengan rekomendasi dari dokter... Saya belum membeli, hanya lihat-lihat saja. Akhirnya saya pulang tanpa membeli dan suami saya setuju dengan saya. Malamnya, saya membuka group facebook saya, HM4HB (Human Milk For Human Baby).. Dan mulailah saya menulis tentang kondisi saya yang membutuhkan donor ASI untuk anak saya. Tidak berselang satu jam, datanglah sebuah balasan dari seorang malaikat yang menjelma menjadi seorang ibu. Ibu itu mau mendonorkan ASIP sebanyak 70 botol @130 ml kepada anak saya. Sujud syukur tak terhingga. Alhamdulillah ya Allah. Mungkin ini jawaban doa saya.<br />
Mbak Rintan Nila adalah ibu susu untuk anak saya. Anaknya Iqbal berumur 15 bulan menjadi saudara sepersusuan anak saya. Ada sekitar 7 bayi yang menerima donor ASIP dari Mbak Rintan. Semoga Allah selalu melimpahkan berkah dan rahmatnya untuk Mbak Rintan Nila. Surat ini berasal dari kalimat Allah yang saya kutip dari wall Mbak Rintan Nila. <br />
<br />
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.” (Al-Baqarah : 233]. Jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya…” (QS. At-Thalaq: 6).</span><br />
<br />
Alhamdulillah Allah, semoga anakku bisa melewati ASIP sampai waktunya. Amiiin, Syukur tak berbatas :'-)vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-77040847113048304562014-03-16T22:34:00.001+07:002014-03-16T22:37:08.127+07:00HBI BIPA UI Datang lagi<div style="text-align: justify;">
Halo teman-teman, untuk Anda semua yang merasa peduli dengan bahasa Indonesia, merasa cinta dengan bahasa Indonesia, merasa memiliki bahasa Indonesia, datang ya ke kampus FIB Universitas Indonesia, Depok. Acara ini akan diadakan pada bulan April 2014, di dalamnya banyak terdapat lomba-lomba dan pasar. Kesemuanya tentulah diadakan oleh peserta asing. Jadi, datang ya :) Ajak semua teman kamu ke FIB UI. Sampai Jumpa di sana. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj87SILFdN8FEbBzOfm3xT4m-gotThl0strf8jelborQuY8iyfOrjdaJzVgeTQW_iNKAXFawfuBkFdV5JFYSNuIxedUcb02q6FNM_cxJlbYiTimfyhyphenhyphenaql0Z_DdSmvDJdDIbG3-PpYan7d5/s1600/hbi2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj87SILFdN8FEbBzOfm3xT4m-gotThl0strf8jelborQuY8iyfOrjdaJzVgeTQW_iNKAXFawfuBkFdV5JFYSNuIxedUcb02q6FNM_cxJlbYiTimfyhyphenhyphenaql0Z_DdSmvDJdDIbG3-PpYan7d5/s1600/hbi2.jpg" height="212" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Panitia HBI 2013</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUZlF-pVMuyFFQNzR2ip3YySjhgehds3HdFZ25PjWyXA28GjjnmoTv2rswn4mUtLy6Bc9BESLzvf3Xw15nK3i2Cgobs8SLAmbU-Ov1zcXzWw7rOr_lgcu8MaB_HtHjb2InyHzgk6GsycXM/s1600/hbi+3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUZlF-pVMuyFFQNzR2ip3YySjhgehds3HdFZ25PjWyXA28GjjnmoTv2rswn4mUtLy6Bc9BESLzvf3Xw15nK3i2Cgobs8SLAmbU-Ov1zcXzWw7rOr_lgcu8MaB_HtHjb2InyHzgk6GsycXM/s1600/hbi+3.jpg" height="212" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Diliput TV</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyXbJs76RPgiAC0tvwXg6GHHD7yHH-aYcnjkSeUwAWmE6V8ln2vXHDrxQ8pJOYhVKGcmIcSxKgk2TpgKuA-68yX2yzLZEzsUSdXGo90E6sm4YCs3-0liQ3Rk-y-3qeHeffdCwf59Ax_kP1/s1600/hbi1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyXbJs76RPgiAC0tvwXg6GHHD7yHH-aYcnjkSeUwAWmE6V8ln2vXHDrxQ8pJOYhVKGcmIcSxKgk2TpgKuA-68yX2yzLZEzsUSdXGo90E6sm4YCs3-0liQ3Rk-y-3qeHeffdCwf59Ax_kP1/s1600/hbi1.jpg" height="320" width="212" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Ayo menyanyi </div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSbnXM3xOhT2qiufOtCU5w2nml1_3YJfxl1uMVmdHj5sXyw5ON-3oSXkBAEXJ-TcaW2WvcMAB2fGdi9I2fOLpuU1LU8zNFXpHYdEVI8MDVsjA4TA9QuhKqX1II6lllbLs2o_wkODrSDipg/s1600/hbi4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSbnXM3xOhT2qiufOtCU5w2nml1_3YJfxl1uMVmdHj5sXyw5ON-3oSXkBAEXJ-TcaW2WvcMAB2fGdi9I2fOLpuU1LU8zNFXpHYdEVI8MDVsjA4TA9QuhKqX1II6lllbLs2o_wkODrSDipg/s1600/hbi4.jpg" height="212" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Harleem shake di tengah-tengah pidato</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNKJZpgfmf3iwl3-h4h_YzqzK17v6bEXIm4owu6d9LUZVkCIMwfEAQm9I8pk9tAVKWVSJDki0TOOAtjL0opqqK-2Yi6ayHVWzovaUPGZ9WbXCxQb31ZTmYGbfV-RpFZOAXNBJily-kZLlH/s1600/hbi5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNKJZpgfmf3iwl3-h4h_YzqzK17v6bEXIm4owu6d9LUZVkCIMwfEAQm9I8pk9tAVKWVSJDki0TOOAtjL0opqqK-2Yi6ayHVWzovaUPGZ9WbXCxQb31ZTmYGbfV-RpFZOAXNBJily-kZLlH/s1600/hbi5.jpg" height="320" width="212" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Banyak berondong keren???</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNWIfA7IZXGeT2SgWCrDhrMfOXm4RwljuRDFIGHNFUPxzOqH_55DAQsdzr8csuJUjAwJCmlAAfIIkzfxJc8ZZ4NPPHIBgWNKU7I3BReC_UdCCIuz7lybL9O0fa-gkvW3wCe6dWXe3-jQ14/s1600/hbi7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNWIfA7IZXGeT2SgWCrDhrMfOXm4RwljuRDFIGHNFUPxzOqH_55DAQsdzr8csuJUjAwJCmlAAfIIkzfxJc8ZZ4NPPHIBgWNKU7I3BReC_UdCCIuz7lybL9O0fa-gkvW3wCe6dWXe3-jQ14/s1600/hbi7.jpg" height="213" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Penjaga stan informasi yang .... ehhmm ....</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadiiiiii, Ayooooo ajaaaak teman, saudara, pasangan, anak, pacar, dan banyak lagi. CATAT , April 2014.</div>
<div style="text-align: justify;">
Informasi lebih lanjut masuk ke Hbi Bipa di facebook atau twitter :)</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-5630536271314328462014-01-09T10:27:00.001+07:002014-01-09T10:28:03.344+07:00Ujaran Basa Basi untuk pem(b)elajar BIPA! Kalau kita belajar bahasa, pasti kita tahu bukan hanya kalimat saja yang dipelajari. Faktor budaya dalam masyarakat juga perlu diperhatikan ketika belajar bahasa. Gunanya agar dapat berkomunikasi dengan luwes kepada lingkungan penutur bahasa tersebut. Tentunya ada strategi berkomunikasi yang baik. Saat ini, saya hanya ingin menulis sedikit tentang basa-basi.<br />
Ya, entah kapan mulainya, tetapi kita pastilah mengenal konsep basa-basa dalam bermasyarakat atau istilah bahasa asingnya small talk (iya bukan sih?). Ya intinya, basa-basi ini<b> bertujuan untuk menunjukkan sopan santun atau kepedulian kepada orang lain</b>, agar tidak disangka sombong gitu. Yang harus ditekankan juga berbasa-basi ini <b> tidak bermaksud mencampuri urusan orang lain</b>. Jadi, jangan sampai ada kalimat "masalah buat lo" dan orang berpikiran negatif tentang kita ketika kita berbasa-basi.<br />
Anehnya, dalam pengertian kamus jepang yang warna sampulnya cokelat (hehe..ga tau pengarangnya) basa-basi ini disamakan dengan arti <i>lips service </i>(jangan mikir jorok ya, nggg...) Padahal beda loh konsep basa-basi sama<i> lips service</i> tadi. Jadi, supaya tidak menimbulkan salah kaprah, saya tegaskan bahwa basa-basi dalam konteks bermasyarakat Indonesia sudah mempunyai pakem tertentu.<br />
Pakem itu misalnya terdapat dalam situasi ketika kita bertemu orang yang kita kenal di jalan, untuk menunjukkan sopan santun itu kita akan berbasa-basi<br />
Memet: " Eh, Mamat ... mao ke mana?"<br />
Mamat: "Eh Memet, mau ke sana".<br />
ATAU<br />
Memet: "dari mana mat?"<br />
Mamat: "dari sana met...."<br />
Kemudian basa basi berakhir. Mereka tahu pakemnya bahwa harus menegur tanpa perlu menjawab dengan pertanyaan dengan tepat dan jelas. Contoh ini jelas bukan lips service toh. Dari sini kita lihat bahwa basa-basi mempunyai pakem tersendiri di masyarakat. Contohnya pun beragam, tergantung situasi.<br />
Contoh lain, basa-basi ini dipakai dalam situasi ketika kita sedang makan sendiri, lalu teman, saudara atau siapa pun lewat di depan kita, pasti kita berbasa-basi begini :<br />
(Memet lewat depan Mamat yang sedang makan!)<br />
Mamat berkata "Makan Met" atau "Makan yuk, Met"<br />
Lalu, si Memet akan berkata "Makasih Mat, udah kenyang" atau "Makasih Mat".<br />
Mereka tahu bahwa dalam situasi seperti ini pakemnya harus menawarkan, yang ditawarkan pun biasanya menolak, kecuali dalam kondisi si Mamat niat bagi-bagi.<br />
Contoh lain, yang tidak kalah seru adalah kalimat "Jangan lupa oleh-oleh". Waduh, mulut ini udah spontan banget dipakai untuk situasi orang yang mau bepergian. Kemudian, kalo tuh orang pulang dari plesiran trus dibawain oleh-oleh, si penerima oleh-oleh akan berkata: "Yaa, ga usah repot-repot." (haaahhh bassssiii!)<br />
Belum lagi kalo orang yang belom nikah, setiap ketemu temen, saudara, siapa aja deh, pasti ditanya "kapan nikah?" haaahaaa, jawabannya pasti "belum ada jodoh, insha allah, bahkan "kapan-kapan." (kalo istilah sekarang kepo banget sih nih orang). Tapi lagi-lagi si penutur tidak bermaksud mencampuri urusan orang lain, niatnya hanya menunjukkan kepedulian atau sopan santun semata. So, jangan diambil hati. <br />
Yah, kira-kira gitu deh, banyak situasi yang dipakai untuk bersopan-santun.Kalimat yang diujarkan pun berbeda-beda ada kalimat tanya, kalimat ajakan, kalimat pernyataan, dan lain-lain. Oleh karena itu, sebagai pengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing, tanamkan deh konsep itu ke peserta Anda. Insha Allah bermanfaat agar mereka luwes dalam berkomunikasi. Saya doakan ya semoga sukses (yang ini bukan basa-basi, saya doakan beneran kok) :-)<br />
<br />
<br />
<br />vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-10999226534734041312013-06-20T12:53:00.002+07:002013-06-20T12:54:25.385+07:00Ceritanya ...CurhatSelamat siang ...<br />
Hari ini sengaja saya menulis sebuah cerita untuk disyukuri sendiri.Ceritanya begini, selama dua bulan atau hampir tiga bulan ini saya cuti dari segala aktivitas termasuk kegiatan sebagai pengajar. Saya mencutikan diri karena fisik saya yang tidak memungkinkan untuk melakukan bermacam-macam kegiatan. Jadi bersyukurlah bagi orang-orang yang diberikan nikmat sehat dari Allah ya. Saya mau menumpahkan kronologi lemahnya fisik saya dalam catatan harian ini.<br />
Pada pertengahan bulan Maret saya merasakan ada yang aneh pada menstruasi saya. Kemudian, saya memutuskan untuk periksa kandungan. Waktu itu, dokter mengatakan ada kemungkinan hamil, tapi masih harus observasi selama 2minggu untuk memastikan kehamilan tersebut. Dokter menyatakan bahwa kemungkinan saya mengalami BO (blighted ovum atau kehamilan kosong) karena janin tidak terdeteksi ketika USG. Namun, setelah observasi selama 12 hari ternyata janin itu berkembang, alhamdulillah saya tidak harus menjalani penguretan. Janin saya diprediksi berumur 10 minggu. Setelah mendapat kabar itu saya sangat bersyukur dan bahagia. Saat itu juga saya memutuskan untuk tetap bekerja karena semester reguler masih berjalan karena mendekati masa ujian. Bahkan, saya kembali sibuk bekerja untuk menjalankan tugas, sebagai perancang silabus dari perusahaan besar Korea :-)<br />
Akan tetapi, pada suatu hari tepatnya hari selasa bulan Maret, saya bangun pagi dan mendapati perdarahan yang cukup banyak keluar dari jalan lahir. Saya pun pingsan di kamar mandi dan dibawa ke UGD hari itu juga. Di UGD, ada banyak pertanyaan dari doktter, tapi saya pusing dan badan saya sakit semua.Dokter berkata ada kemungkinan keguguran, jadi saya harus bedrest selama 3 hari di RS. Hari itu saya sedih sekali, selain faktor psikologis yang merasa bersalah pada janin dan meninggalkan anak di rumah, saya juga mengalami kelelahan fisik karena muntah berlebihan. Namun, saya bertahan. 3hari di rs saya akhirnya pulang karena perdarahan berhasil dihentikan dan tidak mengalami keguguran. Janin dinyatakan sehat hanya ada kekurangan hormon untuk proses pembentukan sarang bayi. Diizinkan pulang ke rumah oleh dokter dan harus menjalani bedrest selama 1 bulan karena flek masih keluar dari jalan lahir. Selama bedrest, saya hanya tidur dan muntah. sehari kadang bisa lebih dari 7 kali muntah. begitu terus keadaannya sampai saya terus kontrol ke dokter setiap dua minggu.<br />
Pada bulan berikutnya, atau tepatnya kehamilan mendekati usia 3 bulan saya pindah ke obgyn lain. Di sini saya menanyakan mengapa saya mengalami perdarahan. Setelah di usg, ternyata bagian kiri di bawah rahim saya terdapat kista berdiameter 2,5 cm. Kata dokter itu lebih baik diabaikan saja karena kemungkinan penyebab kista ada dua. Kista karena hormon hamil dan kista yang memang tumbuh bukan karena hamil. Dokter banyak memberikan saya obat dan vitamin, tapi saya tidak bisa menelan semua itu hingga saya diberikan obat mual paling canggih, yaitu invomit. Masalahnya obat mual ini dibuat untuk pasien yang menjalani kemoterapi. Obat ini membantu saya mencerna makanan karena bila tidak minum obat ini tidak ada asupan makanan untuk saya dan janin. Begitulah hari-hari saya, tidur di kamar dan muntah.<br />
Tepatnya minggu lalu saat kehamilan berusia 15 minggu, saya mengalami muntah darah yang disertai lendir dan asam lambung sangat terasa di tenggorokan. Akhirnya, saya periksa ke internis tanpa melibatkan obgyn. Di dokter internis saya dinyatakan mengalami perlukaan pada lambung akibat muntah berlebihan sehingga asupan makan kurang dan hal ini menyebabkan maag kronis saya kambuh. Dokter internis saya tidak berani melakukan endoskopi. Dia hanya memberi obat minum, jika darahnya tidak berhenti dalam 3 hari, terpaksa saya dirawat kembali. Pulang nangis... hiiii... sedih. Setelah 3 hari menunggu, saya tidak menemukan darah lagi dalam muntah saya. semoga saya pulih sampai sedia kala amin.<br />
Di tengah beruntunnya masalah yang datang, saya mencoba berpikir positif dan mensyukuri apa yang terjadi. Walaupun berkali-kali nangis dan marah, saya harus memperjuangkan apa yang diberikan Allah untuk saya. Semoga di hari-hari esok, saya sudah bisa makan dan beraktivitas karena saya bossssaaaaan sekali tidak memiliki kegiatan apa pun. baiklah sampai di sini curhat saya. Terima kasih untuk perhatian teman2, saudara, keluarga, sahabat, tetangga, yang sering mengunjungi saya di rumah. semoga kebaikan Anda semua dibalas oleh Allah. Insya Allah, besok saya mau ke kampus sekadar mencoba beraktivitas. Doakan saya ya, semoga selalu diberi kekuatan. Amin.<br />
<br />
<br />vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-90375651119953130642013-03-22T09:34:00.002+07:002013-03-22T09:35:27.955+07:00Mari Diwartakan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEio55QwblLviTaQ9-t83jhkT5gc5La13QZZ0q_tAQbQIRWYyoy8uyWjR8bt_99_M4YJ7x_9iGCV2PqYLE8AkTy9BOCcO9w1YZ3hblZUZcBy-4gAq2J_dYwrBgQhMUXUm9_8qcGmIiVH4pxR/s1600/fotohbi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEio55QwblLviTaQ9-t83jhkT5gc5La13QZZ0q_tAQbQIRWYyoy8uyWjR8bt_99_M4YJ7x_9iGCV2PqYLE8AkTy9BOCcO9w1YZ3hblZUZcBy-4gAq2J_dYwrBgQhMUXUm9_8qcGmIiVH4pxR/s1600/fotohbi.jpg" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<br />vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-49943155176566819252013-02-15T10:28:00.000+07:002013-02-15T10:28:57.159+07:00Menyesal, tak bergunaSurat dari salah satu universitas ternama di Jepang sampai kepada kami tepat sebulan yang lalu. Isinya adalah mereka meminta pengajar bahasa Indonesia untuk mengajar di universitas mereka. Wah, mendapat surat ini adalah jalan bagi saya untuk mewujudkan salah satu impian saya. Namun, saya banyak..banyak..banyak.. berpikir untuk mengejar ini. Bagi saya, saya belum cukup ilmu dan saya belum siap mengajarkan pengetahuan budaya saya di hadapan ratusan mahasiswa asing. Saya masih harus belajar.. belajar ... belajar lagi... jika saya sudah merasa mampu nanti, saya akan berdiri di atas prinsip saya, yaitu mengejar dan membagikan ilmu yang saya ampu ke manapun itu. Hari ini adalah hari terakhir pengiriman surat... tetapi maaf, saya belum siap vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-19848605060886778182013-01-29T15:40:00.002+07:002013-01-29T15:40:55.223+07:00Bahasa Daerahku :untuk Indonesiaku Hari Rabu dan Kamis minggu lalu, saya pergi ke UPI bandung untuk berseminar di sana. Saya menjadi pemakalah di hari kamis. Pada hari kamis pagi itu, seorang profesor dari Amerika yang bernama Abigail mempresentasikan topiknya tentang bahasa Sunda yang "tergusur" oleh bahasa Indonesia. Selain itu, banyak pula para pemerhati bahasa Sunda merasa terpinggirkan karena bahasa Indonesia. Mereka berbicara bahwa kurikulum 2013 yang menyatukan bahasa, budaya, dan penjaskes dalam mulok sangat merugikan bagi mereka. Mengapa? Ada apa dengan pembuat kebijakan di sana? Karena hal ini, secara tidak langsung para pemerhati bahasa Sunda menganggap bahasa Indonesia adalah ancaman. Waaah... jujur, saya sebagai pengajar bahasa Indonesia merasa dijadikan saingan. Tapi mungkin hanya perasaan saya saja.<br />
Bahasa daerah...mmm...bahasa vernakular... sudah setua ini saya berpikir betapa menyesalnya saya tidak pernah mendapat pelajaran bahasa daerah di sekolah. Bahkan di rumah, orang tua saya yang berasal dari Sumatera tidak mengajarkan saya memakai bahasa ibu mereka. Saya hanya pasif, mendengarkan saja. Sementara itu, ketika saya bersekolah di Jakarta sejak SD sampai SMA, saya mendapat pengajaran bahasa Inggris dan Jerman, bukan bahasa daerah. Namun setidaknya, kedua bahasa itu membuka mata saya terhadap dunia luar.<br />
Akan tetapi, bagaimana dengan nasib bahasa daerah di Indonesia yang merupakan bahasa ibu untuk sebagian besar masyarakat Indonesia. Saya merasa sangat kekurangan pengetahuan terhadap bahasa dan budaya yang ada di negeri saya. Hal ini membuat saya berpikir bahwa bahasa daerah wajib diajarkan di Indonesia, khususnya untuk kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta. Harapannya adalah generasi penerus kita akan melek terhadap bahasa, mereka diajarkan untuk menyadari dan menghargai bahasa dan budaya negeri sendiri.<br />
Bagaimana ya cara agar orang Indonesia dapat mencintai bahasa dan budaya sendiri? Ada banyak cara untuk menumbuhkan kecintaan dan minat terhadap bahasa dan budaya. Salah satunya adalah mengubah cara pengajarannya...mungkin. Sebab, dalam beberapa informasi yang saya terima, dikabarkan bahwa sistem pengajaran bahasa di Indonesia belum berjalan dengan baik, khususnya bahasa daerah. Salah satu contohnya, ketika seorang anak SD baru belajar bahasa Sunda, mereka langsung diajarkan memakai undak usuk bahasa Sunda.... Mengapa? Mengapa para pembuat kebijakan bisa berpikir bahwa anak SD itu semua dapat mengerti. Mengapa mereka berpikir bahwa semua anak yang mendapat pengajaran bahasa daerah memiliki bahasa ibu yang sama. Asumsi saya hal ini merupakan titik kelemahan pengajaran bahasa daerah. Seharusnya, pengajaran bahasa daerah ini disistematiskan mulai dari dasar. Seperti mengajarkan bahasa Indonesia untuk penutur asing mungkin ya... Kemudian, tumbuhkan minat dan kecintaan anak melalui belajar seni dan budaya sebagai pelengkap. Yah itu, hanya pikiran saya...mungkin bapak-ibu yang ada di sana sebagai pembuat kebijakan atau pemangku kepentingan dapat mendengarkan atau membaca pikiran saya ini. Dengan berkaca pada sistem pengajaran yang sudah dipakai, kita dapat mengubahnya. Membuatnya menjadi menarik, seperti belajar bahasa asing ya... Komunikatif dan Menarik. Bahkan, dengan cara ini pun, bukan hanya pengajaran bahasa daerah yang mampu berkembang, tetapi bahasa Indonesia juga dapat berkembang menjadi dicintai dan dihargai di negeri kita sendiri. Aaammmmiiiinnnvientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-77854316977185660002012-12-10T23:22:00.002+07:002013-07-17T08:58:19.105+07:00jatuh dan terjatuhPernah dengar sepenggal lirik lagu ini<br />
<div style="text-align: center;">
Membuatku terjatuh dan terjatuh lagi</div>
<div style="text-align: center;">
Membuatku merasakan yang telah terjadi<br />
Semua yang terbaik dan yang terlewati</div>
<div style="text-align: center;">
Semua yang terhenti tanpa kuakhiri</div>
<div style="text-align: justify;">
lirik itu pernah dinyanyikan oleh ariel. Saya di sini tidak membahas masalah ariel, tetapi saya akan membahas banyaknya imbuhan ter- yang dipakai ariel dalam sepenggal lirik ini. <b>Yang akan saya bahas di sini juga hanya satu makna imbuhan ter- saja</b>. Sebab, ter- yang ada di lirik itu masing-masing membawa makna yang berbeda-beda. Saya ingin membahas kata terjatuh di atas dan saya akan membedakannya dengan kata jatuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kalau orang yang belajar bahasa Indonesia bertanya, ibu kapan saya memakai kata terjatuh dan jatuh, saya akan menjelaskannya seperti ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
contoh 1: adik jatuh dari sepeda.</div>
<div style="text-align: justify;">
contoh 2: adik terjatuh dari sepeda karena kucing tiba-tiba melintas dengan cepat ke arahnya. <br />
Apa yang berbeda dari kedua kalimat itu???</div>
<div style="text-align: justify;">
1.pada kalimat pertama tidak dijelaskan alasan adik jatuh, sementara pada kalimat kedua dijelaskan alasan<br />
adik jatuh. </div>
<div style="text-align: justify;">
2. kunci menjelaskannya adalah makna ter- itu sendiri, yaitu </div>
<div style="text-align: justify;">
a. pada kalimat kedua, ada faktor penyebab dari luar diri subjek (biasanya faktor itu menghampiri dan merugikan si subjek). Sementara pada kalimat pertama (tanpa ter-) tidak ada faktor penyebab dari luar, melainkan penyebab itu ada dari dalam diri si subjek </div>
<div style="text-align: justify;">
b. ter- pada kalimat kedua adalah kalimat pasif, subjek mengalami kerugian yang berasal dari luar. Sementara, pada kalimat pertama subjek melakukan aktivitas, yaitu jatuh. </div>
<div style="text-align: justify;">
Biasanya pemelajar akan bertanya, "jadi ibu, ketika saya akan memakai kata terjatuh, saya harus membuat kalimat panjang untuk menjelaskan faktor penyebabnya?" </div>
<div style="text-align: justify;">
Jawaban saya adalah..."yaaa...Anda pintar. Buatlah konteks kalimat dengan faktor penyebab dari luar diri subjek. Misalnya... Tyson terjatuh karena ditinju oleh lawannya. Saya terjatuh karena didorong oleh teman saya, ... , ..."<br />
Oleh karena i<b style="text-align: start;">tu jika seorang pemelajar asing ingin mengekspresikan dirin</b><b>y</b><b style="text-align: start;">a ke</b><b style="text-align: start;">tika</b><b style="text-align: start;"> mengalami hal </b><b>y</b><b style="text-align: start;">ang</b><b> spon<span style="text-align: start;">t</span>an, <span style="text-align: start;">t</span>iba <span style="text-align: start;">t</span>iba, dan merugikan dirin</b><b>y</b><b>a, mereka bisa memakai imbuhan </b><i><b style="text-align: start;">t</b><b>er </b></i><br />
<div style="text-align: start;">
<br />
Sekadar tambahan : kata lain yang dapat dikelompokkan dalam makna ini antara lain : </div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: start;">
<b>bangun & terbangun : Saya <i>bangun</i> pukul 4.00 pagi y hari. </b></div>
<div style="text-align: start;">
<b> Saya terbangun ketika mendengar anak saya menangis un</b><b style="text-align: start;">tuk</b><b> memina </b><br />
<b> susu.</b></div>
<div style="text-align: start;">
<b>diam & </b><b>t</b><b>erdiam : sejak pagi, dia diam saja. </b></div>
<div style="text-align: start;">
<b> Dia terdiam ketika mendengar dosen yang galak memasuki kelasnya.</b></div>
<div style="text-align: start;">
<b>duduk& </b><b>t</b><b>erduduk, </b><b>t</b><b>idur >< </b><b>ter</b><b>t</b><b>idur</b>, ..., ...</div>
<br />
Kemudian, bagaimana dengan lirik ariel ini? Mengapa dia terjatuh? bukan jatuh </div>
<div style="text-align: justify;">
Jawabannya adalah... baca lirik sebelumnya deh...</div>
<div style="text-align: center;">
Kau hancurkan hatiku, hancurkan lagi<br />
Kau hancurkan hatiku tuk melihatmu</div>
<div style="text-align: center;">
Kau terangi jiwaku, kau redupkan lagi</div>
<div style="text-align: center;">
Kau hancurkan hatiku tuk melihatmu</div>
Ketemu jawabannya...siapa faktor penyebab dari luar diri subjek itu.... <br />
ya.... kau... kau... kau... kau...!!!!<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<br />vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-17730617627588262612012-10-19T00:10:00.000+07:002012-10-19T00:13:05.705+07:00di manakah kami?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUoqvGtqQi1arQe8nX-rIXQz-Rp7sxV0ewVJa45Y41UFkyNL5bRiZekMPAdE_FPWkpJ5iC0PLGCmjcUiR4wttCSRDLByaWYMoGU6czsBBAY4pYjIUbMUIHxaKsVFb2G0Psar0XfMG2sp6c/s1600/P1000814.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" nea="true" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUoqvGtqQi1arQe8nX-rIXQz-Rp7sxV0ewVJa45Y41UFkyNL5bRiZekMPAdE_FPWkpJ5iC0PLGCmjcUiR4wttCSRDLByaWYMoGU6czsBBAY4pYjIUbMUIHxaKsVFb2G0Psar0XfMG2sp6c/s320/P1000814.JPG" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgK6w6HhBGwhuaykzjWdA7DRRnOL9p4tyZa0Ykoog6-c1i17fPgGQRht-QP5o5Fpk-zwICMnR4wJwlXHsicX_8OdlYkSkLU-IjTiqeipSK20HOJulH6HLs92j2kn5lMvuPgKV9bQm7TuMl/s1600/P1000777.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" nea="true" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgK6w6HhBGwhuaykzjWdA7DRRnOL9p4tyZa0Ykoog6-c1i17fPgGQRht-QP5o5Fpk-zwICMnR4wJwlXHsicX_8OdlYkSkLU-IjTiqeipSK20HOJulH6HLs92j2kn5lMvuPgKV9bQm7TuMl/s320/P1000777.JPG" width="240" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwTS5yudEUsw8P1mCiGJ_oCpQFM7t7MjWGeF3S0TdUR5_Ogg9HGhCLXtFFB0thoN02wH8z3FkHQcQmbOmgcZK3kfgS4VDAH3AmvseMLsxXGDgUfx01v7euX071FFRKboHIpOvWELQr9SLQ/s1600/P1000846.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" nea="true" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwTS5yudEUsw8P1mCiGJ_oCpQFM7t7MjWGeF3S0TdUR5_Ogg9HGhCLXtFFB0thoN02wH8z3FkHQcQmbOmgcZK3kfgS4VDAH3AmvseMLsxXGDgUfx01v7euX071FFRKboHIpOvWELQr9SLQ/s320/P1000846.JPG" width="240" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnTHKuHXKC55_S1QcVUrawYKpfJwuDfnaKRZj4IGbahxQfc21A-PeskhrGlZfWjm5v_YxU_9A1ZCPfmVBbC7Kxb8Er5aJH_VQfKEU7jHjjP1y_ep4FCtR1Z9Zn4tNtZF896h2Z21anaoYV/s1600/P1000882.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" nea="true" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnTHKuHXKC55_S1QcVUrawYKpfJwuDfnaKRZj4IGbahxQfc21A-PeskhrGlZfWjm5v_YxU_9A1ZCPfmVBbC7Kxb8Er5aJH_VQfKEU7jHjjP1y_ep4FCtR1Z9Zn4tNtZF896h2Z21anaoYV/s320/P1000882.JPG" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi21mMpeusjiNUIU3bdffZ4np8-9789oO5u4d7-FlnpWDKLppbJdb7KVcAMj2y4g9NjqQ9uqi8ahmo1Mg4gGMAB97dA9abgSKPLISyxqp92vluIPIq23zogxSIzz4dHVrkWfnMTnTiy1rUH/s1600/P1000888.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" nea="true" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi21mMpeusjiNUIU3bdffZ4np8-9789oO5u4d7-FlnpWDKLppbJdb7KVcAMj2y4g9NjqQ9uqi8ahmo1Mg4gGMAB97dA9abgSKPLISyxqp92vluIPIq23zogxSIzz4dHVrkWfnMTnTiy1rUH/s320/P1000888.JPG" width="240" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLRSGcu9hfloexoiGkPyZSC7uTtfWYWzIJEVscgZQTEIjadQI-zAcOi9VC6aNhXQLQ6_65FpP9RQvpaCd1gkee-qphrTkQCt7q5zhMgGW-W4aKbvX2HRXaNwrf_QqiL7Fc1wpT1HHvZHAW/s1600/P1000889.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" nea="true" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLRSGcu9hfloexoiGkPyZSC7uTtfWYWzIJEVscgZQTEIjadQI-zAcOi9VC6aNhXQLQ6_65FpP9RQvpaCd1gkee-qphrTkQCt7q5zhMgGW-W4aKbvX2HRXaNwrf_QqiL7Fc1wpT1HHvZHAW/s320/P1000889.JPG" width="240" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHvAu_GrjDUz4G2yDf0MEnWfzUEimyCQosQKVBKNX2Yb9CPugf9Nja0lm18cyiFzLzQ4wwO7sYcffPuGyvLuNuC-si5z5DHJ_vR9u-uLMDOMUdvKBgPLdFpsN_Tmif_CNl_wmbeTkv1yUU/s1600/DSC03685.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" nea="true" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHvAu_GrjDUz4G2yDf0MEnWfzUEimyCQosQKVBKNX2Yb9CPugf9Nja0lm18cyiFzLzQ4wwO7sYcffPuGyvLuNuC-si5z5DHJ_vR9u-uLMDOMUdvKBgPLdFpsN_Tmif_CNl_wmbeTkv1yUU/s320/DSC03685.JPG" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcQoXQwjB5v9hXqJxaPIabFI-cf0-iPp_zfGs1LBMVdYS6iYl61CSds60I3A5U4QHNVOSASkDtMmeHhn-JyKxI8H8-wPmX6Zow0OJ-um3ZGdS-AVKS3q_6nH-2TJVskKp1OiwxZHw0V3qV/s1600/DSC03633.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" nea="true" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcQoXQwjB5v9hXqJxaPIabFI-cf0-iPp_zfGs1LBMVdYS6iYl61CSds60I3A5U4QHNVOSASkDtMmeHhn-JyKxI8H8-wPmX6Zow0OJ-um3ZGdS-AVKS3q_6nH-2TJVskKp1OiwxZHw0V3qV/s320/DSC03633.JPG" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div align="justify">
UKSW- Salatiga</div>
<div align="justify">
Unsoed- Semarang</div>
<div align="justify">
Lawang Sewu - Semarang<br />
semangat berpresentasi dan bermakalah :)</div>
vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-12780374347010048382012-09-10T11:14:00.000+07:002012-09-10T11:14:36.611+07:00Pengajar bahasa : di antara Struktural dan Fungsional<div style="text-align: justify;">
Sampai saat ini, di kepala saya masih tergiang omelan seorang profesor terhadap saya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ceritanya begini ...</div>
<div style="text-align: justify;">
Di suatu sidang yang menyeramkan, saya mendapat kritikan tajam tentang penghilangan fonem k bila bertemu afiks me(Nasal)-. Maksudnya adalah jika sebuah kata yang berawalan k, seperti kupas, kecam, kirim, dan lain-lain bertemu dengan afiks meN-, luluhlah k dan meN- menjadi meng-. Proses ini disebut morfofonemik dalam bahasa Indonesia. Kata-kata yang telah saya sebutkan tadi akan menjadi mengupas, mengecam, mengirim, dan lain-lain. </div>
<div style="text-align: justify;">
Nah, masalah yang timbul adalah banyak penutur asli bahasa Indonesia tidak mengikuti kaidah tata bahasa yang ada. Mereka seenaknya memakai bahasa tanpa menghargai peraturan yang ada. Di samping itu, sebagai pemilik bahasa, para linguis bahasa Indonesia memiliki prinsip terpecah. Mereka terdiri atas aliran strukturalis dan fungsionalis, ada yang merasa bahwa bahasa harus sesuai kaidah (struktrural), ada yang merasa bahasa tergantung pada penutur (fungsional). Terkadang, kedua kubu dapat memecahkan dan menyetujui masalah bahasa secara bersama, terkadang ada yang tidak bisa diselesaikan bersama. Oleh karena itu, sebagai pengajar bahasa Indonesia, saya merasa harus ada di tengah mereka. </div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti yang terjadi pada sidang saat itu, saya habis dimarahi oleh seorang profesor karena menulis kata <strong>kode</strong> menjadi <strong>mengkodekan</strong>. Saya menulis kata itu secara konsisten. </div>
<div style="text-align: justify;">
Profesor bertanya: bagaimana seharusnya penulisan mengkodekan? </div>
<div style="text-align: justify;">
saya menjawab : k di sana seharusnya luluh, namun kata kode berasal dari bahasa asing sehingga </div>
<div style="text-align: justify;">
penulisannya belum pasti luluh atau tidak (menjawab berdasarkan pengetahuan </div>
<div style="text-align: justify;">
fungsional saya: seperti pada kata mengkoordinasikan, mengkampanyekan, </div>
<div style="text-align: justify;">
mensosialisasikan, dll). </div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian, saya bertanya kepada seorang doktor linguis bahasa Indonesia yang lain : </div>
<div style="text-align: justify;">
Bapak bisa membantu saya? </div>
<div style="text-align: justify;">
Dia menjawab : asal Anda konsisten, itu tidak menjadi masalah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, apa yang terjadi saudara-saudara? Profesor itu menggebrak meja dan dengan tegasnya mengatakan bahwa saya harus mengikuti kaidah yang ada. Saya terdiam! Selama satu jam, si profesor hanya menanyakan masalah bahasa kepada saya dan bahasa yang ditanyakan pun sangat substansi dari bahasa tersebut, padahal kasus saya jelas jauh dari linguistik murni... Dari sini saya belajar bahwa ada kalanya saya harus menjadi bunglon terhadap orang yang saya hadapi. Hal ini berarti mengalah pada prinsip saya sendiri. Saya belajar bahwa saya dididik dengan cara yang keras, ada kalanya tidak perlu berargumen terhadap seseorang. </div>
<div style="text-align: justify;">
Kembali ke permasalahan k, ada kalanya kita harus mengikuti kaidah yang ada, ada kalanya kita harus mengikuti arus kekuasaan penutur. Sementara saya, saya akan tetap berada di tengah, memberitahukan kaidah yang benar dan pemakaiannya dalam berkomunikasi. Akan baik bila menyatu, akan baik pula jika terdapat perbedaan, asalkan semuanya dapat bersatu dan damai :-) </div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-67352800353836665862012-06-30T13:12:00.000+07:002012-07-01T13:09:49.818+07:00Peninju Vs. Petinju<em><strong>Berikut perdebatan kosong dalam dunia maya yang dialamatkan dalam jejaring sosial bernama facebook...</strong></em><br />
<br />
<strong>Dwi Santoso</strong> Petinju dan peninju adalah contoh kasus eksepsi kata, tak berbeda dengan kasus "mengaji" dan "mengkaji". Jika mau konsisten maka tidak boleh ada "petinju" dan "mengkaji".<br />
<br />
Petinju diganti dengan "atlet tinju"<br />
Mengaji diganti dengan "tadaruz Qur-an"<br />
Sedangkan "pemukiman" dan "permukiman" adalah contoh kasus kesalahkaprahan. Yang benar adalah "permukiman"<br />
Mohon koreksi jika saya salah ^_^ <br />
26 Juni pukul 8:01 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Cynthia Vientiani saya tidak setuju! petinju merupakan turunan dari verba bertinju yang bermakna profesi. Sementara itu, peninju merupakan nomina dari verba meninju (yang berarti hanya tindakan 1 kali). Jika hari ini saya meninju teman saya, saya bukan petinju, melainkan saya peninju. </strong><br />
<strong>26 Juni pukul 16:21 • SukaTidak Suka </strong><br />
<strong>Cynthia Vientiani permukiman memang salah kaprah karena turunannya berasal dari verba bermukim sehingga nominanya adalah permukiman, bukan pemukiman </strong><br />
<strong>26 Juni pukul 16:22 • SukaTidak Suka </strong><br />
<strong>Cynthia Vientiani mengaji bermakna tadarus quran. sementara itu, mengkaji bermakna menganalisis </strong><br />
<strong>26 Juni pukul 16:23 • SukaTidak Suka</strong><br />
<strong>Dwi Santoso</strong> Saya coba berargumen tentang "mengaji" dan "mengkaji". Tidakkah kata kerja berawalan huruf "k" akan berubah menjadi "ng" bila diberikan imbuhan "me" ?<br />
mengeluarkan, mengantongi, mengupas, dll<br />
Inkonsistensi tersebut terjadi karena frase "mengaji" lebih sering digunakan oleh komunitas muslim untuk menjelaskan tentang kegiatan membahas konten Al Qur-an sekaligus kegiatan membaca (tadaruz) kitab suci itu.Cermati kata kunci di alinea di atas yaitu "membahas". Oleh karena itulah saya berani berpendapat bahwa frase "mengkaji" harus dihapus dari KBBI demi konsistensi bahasa. <br />
26 Juni pukul 17:35 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Dwi Santoso</strong> Argumenku berikutnya adalah tentang "petinju" dan "peninju" yang saya anggap sebagai kasus inkonsistensi.<br />
Jika "petinju" diakui sebagai turunan dari kata kerja "bertinju" maka seharusnya hal ini bisa juga diterapkan pada kata kerja lain.<br />
"berguru" --> "peguru" ::big_grin::<br />
"bertindak" --> "petindak" ::loughing_out_loud_on_the_floor::<br />
"bercukur" --> "pecukur" ::green_face::<br />
Mohon dikoreksi jika saya salah <br />
26 Juni pukul 17:41 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Judge Pau</strong> Semua contoh itu benar... kalau makna ber- dicontoh itu semuanya adalah profesi.<br />
Berguru... orang yang kerjanya berguru saja tidak pernah mengajar.<br />
Bertindak... orang yang kerjanya menindak saja tidak pernah berpikir.<br />
Bercukur... orang yang kerjanya menyukur saja tapi dia sendiri gondrong... yang ini bisa jadi padanan barber kali ya ? <br />
26 Juni pukul 20:20 • SukaTidak Suka • 1 <br />
<strong>Re Indra </strong>:D<strong> </strong><br />
26 Juni pukul 20:52 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Septyarto Priandono</strong> untuk hal-hal tertentu... saya kadang setuju bung judge, bahwa istilah itu adalah kesepakatan, meski istilah itu kadang kurang tepat, tapi untuk mengatasi keterbatasan bahasa, kita bersepakat untuk mendahulukan rasa. bagaimana bung judge? <br />
Rabu pukul 8:38 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Judge Pau</strong> Sebetulnya itu sarkasme dr saya. Karena saya setuju pada kesepakatan, tapi masalahnya, kesepakatan itu tidak formal.. pilihan.. selera... tidak baku. <br />
Rabu pukul 10:54 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Dwi Santoso</strong> Apakah kalian sepakat bahwa "petinju" adalah bentuk inkonsisten dari "peninju" setelah saya paparkan sekian contoh dan argumentasinya? ^_^ <br />
Rabu pukul 13:52 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Septyarto Priandono </strong>jika saya bertinju dengan teman, belum tentu saya atlet tinju (petinju), tapi saya memang peninju teman saya, karena saya memang meninju teman saya, tapi kemudian saya masuk sasana tinju dan berlatih tinju, saya menjadi atlet tinju yang orang-orang sepakat menyebut saya sebagai petinju. di sasana itu saya bertinju dengan teman-teman saya, meninju satu dengan yang lain. di sasana itu saya berguru pada seorang mantan juara dunia, saya merasa menjadi murid si juara dunia, tak pernah ada yang menyebut saya peguru. meskipun mantan juara dunia itu adalah guru saya, tapi saya selalu memanggilnya pelatih, bukan guru, seperti di perguruan bela diri atau di ruang sekolah.<br />
ah.. anda sekalian ahli bahasa.. tolong simpulkan, saya sendiri bingung dengan apa yang saya tulis tadi. <br />
Rabu pukul 14:36 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Septyarto Priandono</strong> kalau yang mengaji dan mengkaji, saya sepakat dengan mas dwi, atau kata mengaji menjadi lema yang memiliki dua makna, satu untuk tadarus tadi dan satu lagi merupakan bentuk aktif dari kaji??? <br />
Rabu pukul 14:49 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Dwi Santoso </strong>^_^ Jika bingung maka berpeganganlah ^_^ Makna literal dari "mengaji" adalah "membahas; mendalami sesuatu" sehingga "tadaruz" tidak tepat dijadikan padanan kepada "mengaji" berdasarkan etimologi di Bahasa Arab. Jika belum ada padanan untuk "tadaruz" maka biarkanlah ditulis "tadaruz". Jangan membuat inkonsistensi karena Islam adalah agama mayoritas republik carut marut ini ;-)<br />
"Pelatih" adalah bentuk yang tepat karena menghasilkan kata benda dari kata kerja yang serupa dengan "peninju" namun "pelatih" tidak terlibat pada kasus inkonsistensi "petinju" karena fonem "l" tidak berubah bentuk ketika dihajar oleh imbuhan "pe"<br />
Semoga jelas dan mohon dikoreksi jika saya salah ^_^ <br />
Rabu pukul 16:16 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Septyarto Priandono</strong> termasuk petarung... harusnya penarung? <br />
Rabu pukul 16:26 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Cynthia Vientiani saya tetap tidak setuju bahwa peninju bentuk ketidakajegan dari petinju. karena sudah jelas: ber- dengan makna profesi tidak bisa disimpulkan ke dalam semua kelompok ber-. Apakah bercukur,berguru, belajar,berjalan kaki bisa disebut profesi(yang mendatangkan uang bagi Anda)? saya rasa Anda mencampuradukkan antara makna ber- dengan makna refleksif dan ber- dengan makna telis/ atelis. </strong><br />
Rabu pukul 17:09 • Telah disunting • SukaTidak Suka <br />
<strong>Cynthia Vientiani maaf satu lagi, pelatih bukan turunan dari berlatih, melainkan dari orang yang melatih. orang yang berlatih tidak dibentuk dari turunan pe-, seperti tadi kita menyebutnya murid, siswa, pelajar, dan lain-lain </strong><br />
Rabu pukul 17:09 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Judge Pau</strong> Saya setuju ibu Cynthia Vientiani ... ini pernah dibahas di BKBI.<br />
Penarung akan ada kalau ada menarung .. duilu saya usulkan penarung itu jadi padanan promotor tinju. <br />
Rabu pukul 19:30 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Septyarto Priandono</strong> hmmm berhubung saya kurang paham ilmu bahasa, apa yang saya tulis tadi lebih memakai rasa saja untuk membedakan petinju, peninju, pelatih, berguru, murid, tapi kalau mengaji... saya masih sepakat dengan mas dwi <br />
Kamis pukul 0:05 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Judge Pau </strong>Oh iya.. yang kaji... mugkin begini....<br />
Kaji itu dianggap bahasa indonesia asli atau serapan asing ?<br />
Kalau dianggap serapan asing jadi mengkaji... sama dengan mengkristal.<br />
Tapi kalau mau dianggap bahasa indonesia asli, ya mengaji... seperti mengejar. <br />
Kamis pukul 0:34 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Septyarto Priandono</strong> *masih geleng2 tidak percaya karena terpaksa sepakat dengan bung judge tentang kesepakatan* <br />
Kamis pukul 0:50 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Re Indra</strong> Mirip dengan kasus 'perasingan' versus 'pengasingan', tidak? <br />
Kamis pukul 0:59 melalui seluler • SukaTidak Suka <br />
<strong>Cynthia Vientiani masalah mengkaji dan mengaji,memang standarnya adalah jika me bertemu k, k akan luluh.namun,pembeda muncul ketika harus menuturkannya agar tidak ambigu.janganlah mengkakukan bahasa,alih-alih mengakukan (narsis)bahasa. Satu lagi,jika me bertemu konsonan rangkap seperti kr,pada mengkristal,pr pada memproduksi, me tidak akan meluluhkan kata tersebut.semoga bermanfaat. </strong><br />
Kamis pukul 5:35 melalui seluler • SukaTidak Suka <br />
<strong>Cynthia Vientiani sedikit info,hakikat imbuhan pembentuk nomina seperti pe- berasal dari verba ber-.sementara itu,peN- berasal dari verba meN-.jangan sembarangan membentuknya dari kata dasar.kata pencinta dan pecinta akan terjawab maknaya jika tahu diturunkan darimana,kata penyilat tidak ada karena tahu turunannya dari bersilat bukan menyilat. Selain itu,imbuhan pe- hanya membantu bahasa indoenesia yang belum memiliki kata, seperti perawat yang menggantikan zooster, tapi dokter sudah bisa berdiri sendiri sebagai kata,tanpa perlu menggunakan pe- </strong><br />
Kamis pukul 5:55 melalui seluler • SukaTidak Suka <br />
<strong>Dwi Santoso</strong> Bahasa yang intensif dengan imbuhan sehingga menimbulkan kekacauan dan inkonsistensi ... hmm Remaja sekarang menyebutnya "jadi repot sendiri" ...hehe <br />
Kamis pukul 8:08 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Septyarto Priandono</strong> *sibuk mencatat* <br />
Kamis pukul 8:21 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Judge Pau</strong> Saya suka ini kalau sudah dikaitkan ke kelas kata... *sibuk menyalin apa yang dicatat pak Septyarto Priandono * <br />
Kamis pukul 9:25 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Natal P. Sitanggang</strong> Wuiiih... seru...! Tapi hendaknya tidak semudah itu untuk memvonis "ini salah", "inkonsisten", "salah kaprah" dsb. Kita temukan dulu polanya alias filosofinya. Ini pendapat saya (yang juga bukan sebagai vonis kebenaran yang tunggal). Satu: Kita harus membedakan imbuhan per- dari pe(N)- atau sekarang dibakukan menjadi peng-. Demikian juga konfiksnya: per-an dari peng-an. Akan tetapi, jika realitasnya dalam pembentukan kata baik per- maupun peng- bisa menjadi pe-. Dengan demikian, alomorf pe- bisa berasal dari per- dan bisa juga dari peng-. Untuk menelusuri keberasalan itu, dapat diuji dengan mengaitkannya imbuhan meng- atau ber- sebagai pembentuk kata kerjanya. petinju vs bertinju: petinju=>bertinju; peninju=> meninju. Soal "permukiman vs pemukiman" juga sama, tiada yang salah dengan itu, karena dua-duanya kata itu bisa dipakai. Permukiman=T4 ber-mukim, pemukiman= proses me-mukimkan. Memang, ada kalanya per- itu menjadi janggal jika tidak menjadi pe-. seperti perlatih= berlatih, pelatih= yang me=latih. Maka dar itu, sekarang lebih lazim didengar pemukiman sebagai t4 ber-. Padahal, untuk tempat seyogianya permukiman sebagaimana persembunyian (band. penyembunyian). Soal mengaji vs mengkaji... ditunggu aja ya... soalnya saya harus ke rumah: nyonya tiba-tiba aja kangen... <br />
Kamis pukul 11:07 • Telah disunting • SukaTidak Suka <br />
<strong>Septyarto Priandono</strong> bung judge: mencatat <br />
Kamis pukul 11:33 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Yanwardi Natadipura</strong> Iya, bahwa nomina diturunkan dari verba telah tersimpulkan oleh Pak Harimurti dalam disertasinya dengan menggunakan metode proses (item and process model). Konkretnya, salah satunya, dalam nomina-nomina jadian berawalan "pe(N)-" (diturunkan dari verba yang mengandung awalan "me(N)-") dan "per-"/pe-" (diturunkan dari verba yang mengandung awalan "ber-'). Dengan membedakan bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat dua awalan tersebut, kita menjadi lebih mudah untuk mengidentifikasi mengapa fonem /t/ tidak luluh dalam "petinju", "petani", "petambak" (bertambak), dan "peternak" (beternak), misalnya. Sistem morfofonemik bahasa Indonesia, yang menyatakan konsonan takbersuara luluh, umpamanya, /t/ berkaitan dengan awalan "me(N)-": "menari", "meninju", "menulis" (yang menurunkan nomina penari, peninju, dan penulis. Jadi, karena kelompok "petani-petinju" berasal dari verba "ber-tani"-"bertinju", fonem /t/ tidak luluh. Tampak bahwa awalan "pe(N)- sejalan dengan verba "me(N)-" dan awalan "per-" atau "pe-" sejalan dengan verba "ber-". <br />
Kamis pukul 17:19 • SukaTidak Suka • 1 <br />
<strong>Yanwardi Natadipura</strong> Makna gramatikal "per-" atau "pe-", oleh banyak pengamat bahasa dan ahli bahasa, sering dikaitkan dengan profesi padahal ihwal profesi sangat sukar diukur dari sisi logika sehari-hari. Mungkin, hal tersebut bermula dari adanya "petinju" yang profesional, bekerja dengan bertinju. Namun, ada pula "peternak"-"pekebun" yang bukan profesi, melainkan sekadar sambilan. Pun terdapat pendapat bahwa makna "per-" atau "pe-" bukan profesi, melainkan "atlet" (pesepak bola, petenis, pesenam, petembak, peterjun). Senarai terakhir ini, tampaknya, bukan diturunkan dari verba "ber-", tetapi terbentuk dari gejala analogi (petinju, petambang, yang dgunakan harian "Kompas", tapi dikritik oleh "Tempo"). <br />
Kamis pukul 17:20 • SukaTidak Suka • 1 <br />
<strong>Yanwardi Natadipura</strong> Konfiks "per-an" , sebagaimana dengan awalan "per-" ada yang diturunkan dari verba berawalan "ber-". Sebab itu, "permukiman", "permakaman", dan perkemahan", dikaitan dengan verba "bermukim", 'bermakam", dan "berkemah". Senarai ini memperlihatkan "per-an" bermakna gramatikal 'tempat". Akan tetapi, bagaimana dengan "peradilan"? Maknanya masuk dalam senarai itu, yakni 'tempat', tetapi tidak ada verba "beradil". Dengan demikian, pembentukan katanya bukan dari verba, melainkan langsung, tanpa bentuk antara, yakni "adil" plus konfiksasi "per-an" (sejalan dengan pertanahan, perkomputeran, perminyakan, perbukuan, dll). <br />
Kamis pukul 17:20 • SukaTidak Suka • 1 <br />
<strong>Yanwardi Natadipura</strong> Konfiks lainnya, "pe(N)-an", biasanya sejalan dengan verba berawalan "me(N)-"/-kan/-i" dengan makna gramatikal 'hal, cara, proses'. Jadi, "pengadilan" bermakna gramatikal 'proses mengadili'. <br />
Kamis pukul 17:21 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Yanwardi Natadipura</strong> Dalam kasus "mengkaji" dan "mengaji", bahasawan membedakannya dengan alasan ketaksaan. Akan tetapi, ada pula akhir-akhir ini, pengamat, praktisi, dan ahli bahasa yang menuliskan juga "mengaji" untuk makna 'menganalisis, menelaah. Argumentasinya ketaatasaan. Ihwal ketaksaan bisa hilang, menurut kelompok ini, dengan konteks kalimat atau wacananya. Jadi? <br />
Kamis pukul 17:21 • SukaTidak Suka <br />
<strong>Cynthia Vientiani </strong>jadi...sejalan lah kita pak yan...manggut...manggut. <br />
Kamis pukul 20:40 melalui seluler • SukaTidak Suka<br />
<strong>Dwi Santoso</strong> Hmm...informasi yang sangat menarik (bukan metarik ^_^) dari Yanwardi Natadipura; ternyata proses imbuhan membuat Bahasa Indonesia menjadi ribet namun masih disukai oleh Australia hingga akhirnya dijadikan sebagai bahasa resmi kedua di negeri kanguru (bukan kangguru) itu.Kembali kepada kasus "mengaji" dan "mengkaji" yang memang berbeda dengan kasus "petinju" dan "peninju". Demikianlah, inkonsistensi itu harus segera dihentikan dengan cara meresmikannya melalui KBBI. Ketaksaan bukanlah alasan yang tepat karena sudah jelas penyebab inkonsistensi itu yaitu siapa yang lebih dulu memasyarakatkan frase "mengaji" di kalangan rakyat awam.<br />
Saran saya adalah menghapus frase "mengkaji" dari KBBI dan memberikan penjelasan tambahan pada lema "mengaji" mengenai makna literal dan makna tambahannya (dalam ruang lingkup Islam)<br />
Selesailah sudah. "Githu aja koq repot" ^_^<br />
<br />
<em><strong>Selesailah perdebatan kosong tersebut dengan kalimat</strong> </em> <strong>"Githu aja koq repot" ^_^</strong><br />
<br />
<br />
<br />
<br />vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-50343079523818687772012-05-03T22:37:00.000+07:002012-05-03T22:37:30.673+07:00harapan dan impian Bulan-bulan belakangan ini saya sering menghilang di kampus, di rumah, ataupun di kantor. Saya sering sekali meninggalkan pekerjaan saya sebagai pengajar, istri, maupun sebagai seorang ibu di rumah. Hilangnya saya disebabkan satu hal, yaitu mengembangkan ilmu yang saya punya, ilmu bahasa Indonesia. Saya terlibat di dalam berbagai penyusunan, perancangan, dan pengembangan kurikulum/silabus bahasa Indonesia untuk bangsa ini, apa pun produknya. Jadi teringat masa kuliah dulu, betapa malasnya saya menghadapi kuliah ini. Namun sekarang ketika merasakan kebersamaan untuk memperjuangkan bahasa Indonesia, rasanya tidak ada lagi kemalasan melainkan nasionalisme yang tinggi untuk membangun negara saya sendiri lewat pendidikan. Walaupun melakukan ini diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit. Ilmu yang saya miliki hanya sedikit dan tidak pantas untuk dibanggakan, tetapi saya bertekad untuk membagi dan memperoleh yang baru. Masih banyak impian saya untuk negeri ini, masih banyak yang harus saya kerjakan, dan masih banyak pengorbanan yang harus saya lakukan. Semoga apa yang diperjuangkan saat ini membawa hikmah dan manfaat bagi semua orang. Aammiinnvientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-8323122378741545372012-04-05T14:01:00.000+07:002012-04-05T14:01:40.836+07:00Kursil Darmasiswa Indonesia Akhirnya selama 70an tahun, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mengundang pihak perguruan tinggi di Indonesia untuk duduk bersama dalam rangka menyusun kurikulum dan silabus bahasa Indonesia untuk mahasiswa asing. Mahasiswa asing di sini adalah mahasiswa yang diberikan beasiswa oleh pemerintah Indonesia untuk mempelajari bahasa dan budaya Indonesia. Mungkin pemerintah kita baru menyadari bahwa banyaknya mahasiswa asing yang datang ke Indonesia untuk belajar adalah suatu bukti meningkatnya kualitas pendidikan.Walaupun terlambat, setidaknya undangan ini mendapat sambutan atau apresiasi dari kami.<br />
Saya dan dua orang senior saya diberangkatkan untuk terlibat di dalam kegiatan ini. Memang penyusunan kurikulum atau silabus tidaklah mudah dan memakan waktu yang lama. Apalagi ditambah dengan pihak penyelenggara yang banyak "memberikan materi". Akhirnya, pekerjaan ini belum rampung dan akan memakan waktu yang entah sampai kapan? Saya berharap kurikulum dan silabus ini dapat berjalan dengan baik dan dibantu oleh berbagai perguruan tinggi lainnya. Mari bekerja dan berpikir untuk kesejahteraan bahasa dan budaya Indonesia. Dengan demikian, kita bisa bangga menjadi bangsa Indonesiavientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-20915621520772433932012-04-04T15:23:00.001+07:002012-04-04T15:24:09.356+07:00<div style="text-align: center;">
putar putar putar the cranberries : roses</div>vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-48925603731711895572012-04-04T14:51:00.000+07:002012-04-04T14:52:19.421+07:00Saya dan Anjing<div style="text-align: justify;">
Tadi pagi saya melihat seekor anjing liar berlari-lari di dekat kampus. Di UI, sudah biasa menemukan anjing liar berkeliaran di hutan-hutan. Hal ini sudah terjadi sejak lama dan belum pernah diberitakan membawa efek yang berbahaya bagi warga UI. Ada sih, <i>tapi</i> sangat jarang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kalau Anda bertanya darimana anjing liar ini bisa sampai UI...jawabannya, ya karena mereka mau kuliah (hehehe jayus berat). .. Yang saya tahu ada beberapa anjing yang sengaja dibuang oleh majikannya ke UI karena diharapkan mereka bisa hidup dan mendapat makanan dari hutan atau sisa makanan kantin. Ya paling tidak mereka bisa hidup dengan damai dan sejahtera di sini. Bahkan, dulu beberapa satpam UI sengaja memelihara mereka untuk menemani mereka patroli sekitar kampus. </div>
<div style="text-align: justify;">
Alasan saya mengangkat tulisan tentang anjing karena saya menyukai binatang ini, selain kucing tentunya. Walaupun kebanyakan orang Indonesia (muslim) tidak menyukai keberadaan anjing dengan alasan najis saya tetap menyayangi binatang ini. Waktu saya kecil, saya pernah beberapa kali memelihara anjing, untuk menjaga rumah, tetapi berhenti memelihara karena alasan kesehatan. </div>
<div style="text-align: justify;">
Ada satu pengalaman yang membuat saya menangis. Waktu kecil, saya tinggal di daerah perkampungan di Jakarta Selatan. Saat itu, penduduk pribumi sangat benci terhadap anjing dengan alasan ... NAJIS (benda yang kotor). Suatu ketika seekor anjing kecil berwarna hitam tersasar di daerah kami dan bersembunyi di halaman rumah saya. Mereka menonton si anjing dan sebagian ada yang menyambiti anjing itu sampai si anjing ketakutan. Bahkan, ada seorang bapak membawa sebuah golok panjang. Ketika itu saya menangis dan meminta bantuan ke papi saya untuk melindungi anjing itu. Kemudian, papi saya mencoba berkomunikasi dengan penduduk di situ bahwa akan membawa anjing itu ke kantornya. Mungkin ada yang mau mengadopsi anjing itu. Akhirnya, anjing itu selamat dan selama beberapa hari saya belajar bahwa orang-orang di sekitar saya benci terhadap anjing.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebenarnya, liur anjing atau anjing itu sendiri najis bagi kaum muslim. Ada banyak larangan dan penelitian yang masuk akal terhadapnya (silakan baca dalam artikel lain). Akan tetapi, hal yang sangat saya sayangkan adalah persepsi masyarakat (muslim) kita terhadap anjing. Mungkin banyak yang berpikir bahwa apa yang najis harus dibenci! Mereka tidak melihat sisi manfaat dari keberadaan binatang ini. Setiap ajaran yang diberikan atau didapatkan mungkin diterima secara mentah tanpa pengolahan lebih lanjut. Contohnya, ya anjing ini. Padahal apa yang Najis tidak identik dengan Membenci. </div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, saya membebaskan orang lain berpikir dan bersikap beda dengan saya. Saya tetap menyukai anjing dan tidak membencinya walaupun itu najis .</div>
<div style="text-align: justify;">
Salam gukguk.</div>vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-65478429684098982552012-03-13T15:49:00.002+07:002012-03-13T15:50:13.068+07:00Mukaku atau Mukamu? (face Validity)<link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CTeknisi%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CTeknisi%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CTeknisi%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="-->
<m:smallfrac m:val="off">
<m:dispdef>
<m:lmargin m:val="0">
<m:rmargin m:val="0">
<m:defjc m:val="centerGroup">
<m:wrapindent m:val="1440">
<m:intlim m:val="subSup">
<m:narylim m:val="undOvr">
</m:narylim></m:intlim>
</m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:1;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-format:other;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:35.4pt;
mso-footer-margin:35.4pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> "Ih,
bosan ya. Model soal tesnya kok begini lagi begini lagi" ... (sambil
melihat soal ujian tengah semester atau akhir semester (achievement test))<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> Setiap
pengajar pasti pernah merasakan hal seperti ini. Sebenarnya, menurut saya,
solusi yang terbaik mengatasi hal ini adalah memvariasikan model soal-soal
latihan yang digunakan di dalam kelas. Maksudnya, para pembuat soal latihan
untuk kelas harusnya membuat berbagai variasi model soal. Dengan demikian, model
soal pada ujian tengah semester atau di akhir semester dapat bervariasi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> Jika
peserta tes tidak dibiasakan dengan model soal latihan yang bervariasi di dalam
kelas, mereka akan marah jika mendapati model soal UTS dan UAS yang terlalu
bervariasi (atau berbeda dengan yang ada di kelas). Jadi, jangan salahkan pada
tim pembuat soal UTS atau UAS, tetapi pengajar dan tim pembuat soal saling
berkaca diri pada pembuatan model latihan-latihan yang bervariasi di dalam
kelas (jika memang tim pembuat latihan di kelas dan uts/uas terpisah).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> Dengan
demikian, model soal UTS dan UAS (<i>achievement test</i>) terikat oleh model
soal-soal latihan di dalam kelas. Jika model soal di kelas bervariasi, model
soal di UTS dan UAS pun akan bervariasi dan mencerminkan apa yang telah
dipelajari. Alasannya karena peserta tes nantinya dapat mengenali dan memahami
soal tersebut dengan baik dan diharapkan mereka bisa menjawabnya dengan baik.
Sebab, mereka sudah terlatih menjawab soal dengan model tersebut di dalam
kelas. Dengan demikian, para pengajar seharusnya menyadari bahwa kebosanan itu
bukan terletak pada pengajar melainkan sebagai pengajar harus dapat melihat
efeknya terhadap pemelajar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">
Oh iya, kriteria tes yang saya jelaskan ini dikenal dengan istilah <i>face
validity</i> (kesahihan muka). Kriteria ini mencakup apakah suatu soal terlalu
panjang, jumlah terlalu banyak, sampai pada model-model soal yang telah
dikenali atau belum dari sudut pandang pemelajar. Oleh karena itu, penyelia tes
sangat diperlukan kehadirannya di sini. Oke, semoga bermanfaat dan diambil
hikmahnya. Semoga keluhan pengajar atau pemelajar tidak terjadi di masa yang
akan datang. Semangaaaaat :-) </span></div>
<br /></m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac>vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-40391107527228663442012-03-08T16:30:00.003+07:002012-03-08T16:30:59.674+07:00Zaman SMA<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguFXtCtbgj8JHJ28Q1aRRl8JdcjLV8CKdAILN1meezYPKxeV4KdTBcQq8t72UKgdwUUNcjuwsXYTwnWRaN601nnPvnWEtv4kahTrKezcsYMHvTbv0B40kw64-0oERQ6nqdAIuGQJ3iJajo/s1600/foto+sma46.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="231" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguFXtCtbgj8JHJ28Q1aRRl8JdcjLV8CKdAILN1meezYPKxeV4KdTBcQq8t72UKgdwUUNcjuwsXYTwnWRaN601nnPvnWEtv4kahTrKezcsYMHvTbv0B40kw64-0oERQ6nqdAIuGQJ3iJajo/s320/foto+sma46.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: center;">
Haahaaa... nemu foto masih sma dari facebook temen. Saya yang mana ya?</div>vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6298224716320123247.post-44819893595304058252012-03-02T10:06:00.000+07:002012-03-02T10:07:11.847+07:00Maaf, saya salah! Bagi sebagian orang mengucapkan kata maaf sangatlah sulit, apalagi memaafkan. Hal ini terjadi ketika saya mengajarkan ekspresi ungkapan maaf di dalam kelas fungsi bahasa. Di dalam salah satu materi fungsi bahasa ini, pemelajar dajarkan bagaimana cara mengekspresikan permintaan maaf, baik dalam situasi melakukan kesalahan besar maupun kesalahan kecil. Kemudian, ekspresi itu juga akan berbeda jika diucapkan dalam situasi formal, maupun nonformal. Di dalam materi ini juga diajarkan bagaimana cara memaafkan orang lain, tetapi tidak diajarkan bagaimana cara untuk tidak memaafkan orang lain... (hehe agak aneh memang. Apakah hal ini merupakan cerminan karakter rakyat Indonesia?)<br />
Peserta kelas yang saya ajarkan berjumlah 16 orang. Pemelajar di kelas saya ini memiliki kewarganegaraan yang berbeda, yaitu Jepang, Korea, Azerbaijan, Turki, Filipina, dan Jerman. Ketika itu, saya membawa bahan materi membaca di kelas untuk memberikan berbagai artikel koran yang berisi permohonan maaf. <b>Di Indonesia pun, saya menjelaskan bahwa ada hari untuk meminta maaf dan memaafkan, yaitu pada hari Idul Fitri</b>. Selain itu, saya juga sedikit menceritakan bahwa Presiden SBY baru-baru ini meminta maaf kepada rakyatnya karena harga BBM akan dinaikkan. Lantas, reaksi apa yang terjadi ketika saya mengatakan hal itu. Banyak reaksi yang diucapkan oleh mereka.<br />
Reaksi pertama muncul dari pemelajar yang berasal dari Jerman. Dia mengatakan bahwa dia tidak mengerti mengapa seorang pemimpin meminta maaf pada rakyat. Dia bercerita bahwa baru-baru ini seorang pemimpin Jerman mengundurkan diri dan dibuktikan bersalah, tetapi sampai sekarang dia tidak mau meminta maaf atas kesalahannya. Reaksi kedua juga terjadi di Turki maupun Azerbaijan, selama ini pemimpin mereka belum pernah ada yang meminta maaf kepada rakyatnya. (saya tidak tahu apakah pemimpin mereka melakukan kesalahan atau tidak???). Reaksi ketiga berasal dari pemelajar Korea Selatan, mereka mengatakan bahwa presiden mereka pernah meminta maaf, tetapi ekspresi (ungkapan bahasa) yang dipakai bukan kata maaf, tetapi kata yang lain. Sementara itu, di Filipina, Presiden Aroyo juga meminta maaf atas kecurangannya dalam perhitungan jumlah suara. Namun, pemelajar saya berkata bahwa dia hanya mengucapkan "<i>i am sorry</i>" dengan muka yang tidak ikhlas dan wajahnya terlihat datar saja.<br />
Terakhir, reaksi yang cukup bisa diprediksi adalah reaksi yang berasal dari pemelajar Jepang. Mereka berkata bahwa hal tentang permohonan maaf di negara mereka sering sekali terjadi. Contohnya, hampir setiap hari di koran atau majalah di Jepang ada permintaan maaf dari perusahaan ataupun orang-orang yang telah melakukan kesalahan. Bahkan, pemimpin negara mereka ada yang mengundurkan diri, bahkan bunuh diri karena kesalahan yang dibuat terhadap rakyat mereka. Agak aneh memang. namun setiap negara memiliki karakter yang berbeda dan mencerminkan kebudayaan dan kebiasaan pula.<br />
Jika saya lihat kembali, setiap orang, bangsa, atau negara memiliki kecenderungan yang berbeda dalam meminta maaf dan memaafkan. Bagi saya, tidak ada ruginya meminta maaf atas perbuatan yang salah. Tidak ada ruginya, memaafkan kesalahan orang lain karena kita semua hanya manusia yang tak pernah luput dari kesalahan. Yang sempurna dan tidak pernah melakukan kesalahan hanya 1.Dan Dia tidak pernah berhenti memaafkan beribu-ribu kesalahan. vientianihttp://www.blogger.com/profile/02755199583510936081noreply@blogger.com0